Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kembali memilih menunggu putusan Mahkamah Agung (MA), sebelum memutuskan kelanjutan kasus Bank Century, termasuk nasib mantan Wakil Presiden Boediono.
“Kita tunggu lagi satu putusan, tingkat MA (Mahkamah Agung) supaya inkracht (berkekuatan hukum tetap). Kalau sudah inkracht di MA baru bisa kita tindaklanjuti putusan yang menyebut siapa-siapa saja orang yang terlibat dalam itu,” ujar Abraham, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/12).
Abraham menyatakan bahwa KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka bukan hanya dengan dua alat bukti, tapi lebih dari jumlah tersebut.
“Dalam SOP (standard operating procedure), ketika kita menetapkan orang sebagai tersangka itu kita gak pernah mengandalkan hanya dua alat bukti, makanya kita lama. Anda mengatakan ‘Kenapa ini lama banget? landai. Karena ‘kan kita gak mau dua (alat bukti) harus tiga. kita butuh sampai inkracht,” tegas Abraham.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 3 Desember 2014 memutuskan untuk memperberat vonis Budi Mulya menjadi 12 tahun dari tadinya hanya 10 tahun penjara dan pidana denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
Saat masih ditingkat pertama, Hakim PN Tipikor menyatakan bahwa perbuatan Budi Mulya dilakukan bersama-sama dengan anggota Dewan Gubernur BI lain, termasuk mantan Gubernur BI Boediono.
“Terdakwa Budi Mulya punya persamaan kehendak dengan anggota dewan lainnya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dengan keinsyafan sebagai perbuatan bersama sebagaimana didakwakan karenanya terdakwa ikut serta melakukan bersama-sama dengan anggota yaitu saksi Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Harmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris KSSK,” kata anggota majelis hakim Made Hendra dalam sidang pembacaan vonis pada 16 Juli 2014 lalu.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















