Jakarta, Aktual.co — Komunitas penggiat sejarah di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur menyampaikan dukungan terhadap penggunaan nama Gayatri untuk terminal bus setempat, karena nama tokoh intelektual perempuan semasa awal Kerajaan Majapahit tersebut menginspirasi keagungan pembangunan daerah.
“Nama Terminal Gayatri sudah tepat. Tidak perlu diubah-ubah lagi,” kata Ketua Komunitas Peduli Peninggalan Majapahit dan Kediri di Tulungagung, Bambang Eko Ariadi saat dikonfirmasi rencana pemerintah daerah setempat mengganti nama Terminal Gayatri, Minggu (3/5).
Menurut dia, anggapan atau persepsi bahwa nama Gayatri tidak sesuai untuk label fasilitas umum seperti terminal bus bersifat subyektif.
Kendati membenarkan sosok tokoh Gayatri identik dengan intelektualitas dan ahli politik-pemerintahah, ibunda pendiri Kerajaan Majapahit itu tetap ideal digunakan untuk nama terminal.
Alasannya, kata dia, semangat yang terkandung dalam label atau nama tersebut diharapkan menginspirasi kemajuan daerah yang tercermin dari pembangunan terminal modern di pusat Kota Tulungagung.
“Urusan spiritual yang bersifat pribadi, jangan dibawa-bawa dalam konteks pembangunan yang bersifat rasional dan materialistik,” ujarnya menanggapi pernyataan Ketua DPRD Tulungagung Supriyono yang mengaku mendapat wangsit dari tokoh Gayatri.
Karenanya, Bambang bersama komunitasnya akan mendukung upaya mempertahankan nama Terminal Gayatri.
Mereka bahkan mengaku siap untuk mengikuti rapat dengar pendapat demi menyampaikan aspirasi komunitas penggiat sejarah dan arkeologi terhadap penggunaan label ataupun simbol tokoh sejarah lokal di masa lampau.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono mendesak pemerintah daerah setempat agar mengganti nama Terminal Gayatri, karena dianggap tidak sesuai dengan makna yang terkandung dalam nama tokoh tersebut.
“Nama Gayatri lebih tepat digunakan untuk nama fasilitas-fasilitas pendidikan, seperti nama perguruan tinggi atau semacamnya. Bukan untuk terminal,” ujarnya.
Politisi PDIP ini mengungkapkan, wacana penggantian nama Terminal Gayatri telah menjadi perbincangan oleh beberapa perguruan tinggi di Tulungagung.
Mereka berpendapat, sosok ketokohan Gayatri tidak cocok untuk nama terminal yang lekat dengan hal negatif.
“Saat Menpora datang beberapa waktu lalu, ada pembahasan masalah nama terminal ini,” ucapnya.
Secara pribadi, Supriyono mengaku kurang cocok dengan penggunaan nama Gayatri untuk terminal. Sosok Gayatri identik dengan kecerdasan, kepintaran dan sosok negarawan.
Makna itu menurutnya sangat kontras dengan fungsi dan karakter terminal yang acapkali menjadi pusat pertemuan orang dengan berbagai latar belakang, termasuk kaum preman hingga pelaku prostitusi.
“Terminal identik dengan kekumuhan, premanisme dan bahkan prostitusi. Masak terminalnya mau diberi nama Gayatri yang memiliki perlambang sosok pemikir dan negawaran,” imbuhnya.
Untuk diketahui, Nama Gayatri sendiri diambil dari Candi Pendermaan Gayatri yang ada di Kecamatan Boyolangu. Candi tersebut dibangun pada masa Kerajaan Majapahit antara tahun 1.367 Masehi sampai 1.369 Masehi.
Gayatri merupakan ibunda dari Raja Kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk. Semasa hidupnya Gayatri dikenal sebagai pendeta wanita Buddha (Bhiksuni) dan menurut informasi sejarah, abu jenasah Gayatri juga disimpan di candi itu.
Artikel ini ditulis oleh: