Puluhan petani yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Kendeng (JM-PPK) melakukan aksi demontrasi didepan Kedutaan Besar Jerman, Jalan. MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (16/5/2016). Dalam aksinya para para petani yang menolak adanya pembanguna pabrik semen di daerah mereka dan para petani Pegunungan Kendeng berharap bisa memberi masukan kepada pemerintah Jerman berkaitan dengan rencana pertambangan di pegunungan Kendeng Pati yang akan dilakukan oleh PT. Sahabat Mulia Sakti (SMS), sebagai anak perusahaan dari PT. Indocement Tunggal Prakarsa, yang saham mayoritasnya dipegang oleh perusahaan Jerman.

Yogyakarta, Aktual.com — Ratusan petani Kulonprogo yang mengharapkan keadilan dari MA, kembali dikecewakan oleh sikap PTUN Yogya yang hingga hari ini tidak kunjung berkenan menindaklanjuti pendaftaran permohonan PK mereka atas putusan kasasi dalam kasus IPL Bandara Kulonprogo.

“Hari ini kami melaporkan pihak PTUN Yogyakarta karena kami anggap mereka melakukan pelanggaran administrasi dengan tidak menggubris permohonan PK para petani, padahal ranah penilaian PK itu wewenang MA, bukan PTUN Yogya,” ujar Yogi Zul Fadhli, anggota tim Kuasa Hukum petani, dari LBH Yogya, Kamis (19/5).
Jelas bahwa, menurut Yogi, apa yang telah dilakukan PTUN Yogya tersebut telah menutup akses bagi petani penolak bandara Kulonprogo yang tergabung dalam paguyuban Wahana Tri Tunggal (WTT) untuk memperoleh keadilan. Setiap orang berhak mengajukan permohonan, pengaduan, gugatan serta diadili melalui proses pengadilan yang bebas dan tidak memihak.
Di samping itu, LBH Yogya juga menengarai terbitnya Perma No 2/2016 oleh MA merupakan wujud pelanggaran Hak Asasi Manusia. Lantaran kedepannya akan banyak sekali warga masyarakat, tidak hanya dalam kasus bandara Kulonprogo, namun juga kasus sengketa lahan terkait kepentingan umum yang dilangsungkan di berbagai wilayah di Indonesia, akan terdampak dari keberlakuan Pasal 19 Perma ini.
Muhammad Rifki selaku perwakilan Ombudsman RI yang menerima kedatangan rombongan, mengakui memang sepertinya ada permasalahan dalam mekanisme pendaftaran PK di PTUN Yogya terkait kasus ini.
“Pengaduan ini akan kami pelajari, 14 hari lagi baru akan kami tentukan apakah pengaduan ini diterima atau tidak,” kata Rifki.
Para petani berharap, sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang yang diamanatkan Undang-undang, Ombudsman RI agar dapat menindaklanjuti pengaduan yang mereka sampaikan. Sebab, penolakan para petani atas keberadaan bandara Kulonprogo tidak lain hanya akan merampas lahan pertanian produktif mereka yang selama puluhan tahun menjadi sumber penghidupan.
“Pelaporan ini adalah sebagian kecil upaya perjuangan yang kami lakukan. Kami begitu menginginkan proses hukum di negeri ini untuk tidak pernah terkontaminasi oleh kekuasaan,” tegas Kelik Martono, ketua paguyuban WTT.

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Arbie Marwan