Jakarta, Aktual.com – Sumber daya alam yang dikelola negara, banyak yang ditempatkan di posisi salah.
Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menyampaikan itu saat diskusi bertema “Kasus Freeport dan Penataan Ulang Pengelolaan Sumber Daya Alam”.
Kesalahan yang dimaksud Pontjo, yakni sikap pemerintah yang menempatkan industri-industri sumber daya alam sebagai industri penghasil pajak. Dan bukan sebagai industri yang membangun negara.
“Itu persoalannya,” ucap dia, di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (11/12).
Pendapat Pontjo ditimpali Profesor Dawam Raharjo yang juga jadi salah satu narasumber. Menurut Dawam, salahnya pengelolaan sumber daya alam dikarenakan pemerintah dalam pengelolaannya tidak berdasarkan pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Meskipun pemerintah memperoleh manfaat dari pengelolaan sumber daya alam pertambangan, khususnya migas. Penerimaan migas misalnya, pernah mencapai 80 persen menyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tapi itu dipakai untuk dijadikan dana yang habis terpakai (sinking fund).
“Padahal Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 mengamanatkan agar pengelolaan SDA dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ujar Dawam.
Jika merujuk para Pasal 33 ayat 3 UUD 45, ujar dia, pengelolaan SDA itu harusnya bisa memakmurkan rakyat.
Yakni: pertama, memberi manfaat yang bertambah atau berkembang. Kedua, menjadi aset tetap yang memberi manfaat berkelanjutan. Artinya harus menjadi dana investasi yang berdampak ganda dan menjadi dana abadi yang memberikan passive income kepada negara.
“Misalnya dalam bentuk saham pada perusahaan negara, tanah wakaf atau property. Ini mana? Selama 70 tahun mengelola SDA jadi apa? Semua larinya ke WC. Apakah pengelolaan SDA selama ini berkembang? Tidak,” tegas dia.
Artikel ini ditulis oleh: