Jakarta, Aktual.co — Ketua KPK nonaktif Abraham Samad mengungkapkan, bahwa kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet yang menjerat Novel Baswedan, sudah ‘dihentikan’ secara tidak langsung atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2012.
Namun, lanjut Samad, Polri belum pernah sama sekali mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), kasus Novel meski sudah secara lisan diumumkan SBY bahwa kasus tersebut sudah dihentikan.
“Tapi memang belum ada SP3. Itu yang jadi persoalan,” kata Abraham Samad ketika menjadi saksi dalam sidang praperadilan Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/6)
Dia bercerita, saat dirinya masih aktif  menjabat sebagai ketua lembaga antirasuah itu sempat ada perundingan dengan Kapolri Timur Pradopo soal kasus yang mendera Novel Baswedan.
“Pada saat itu, kasus ini sebenarnya sudah pernah dirundingkan pimpinan Polri saat itu Timur Pradopo dan saya sendiri sebagai ketua KPK,” kenangnya.
Dalam perundingan yang dilakukan di Wisma Negara tersebut, turut dihadiri langsung oleh Presiden SBY dan Mensesneg Sudi Silalahi. Hasil pertemuan itu, pun disepakati bahwa kasus yang membelit Novel harus dihentikan.
“‎Ketika itu presiden SBY memerintahkan pada pimpinan Polri untuk menghentikan kasus Novel Baswedan karena tidak tepat timingnya. Itu eksplisit disampaikan pimpinan Polri pada saat itu. Kemudian kita terima, ada beberapa kesepakatan sehingga KPK dan polisi berjalan sebagaimana biasa,”beber Samad.
Selama Polri dipimpin oleh Timur, kasus Novel tidak pernah dilanjutkan. Pucuk pimpinan korps bhayangkara itupun berganti ke Sutarman. Dikatakan Samad, kepada Sutarman pihaknya juga menanyakan kembali soal kasus Novel.
“‎Kenapa saya menanyakan lagi? Karena ada rencana 27 orang yang ingin mengajukan pensiun dini kepada institusi kepolisian dan memilih menjadi pegawai tetap KPK. 27 orang itu termasuk Novel Baswedan di dalamnya,”rinci Samad.
“Saya menanyakan kepada pak sutarman bagaimana posisi dan status Novel Baswedan di kepolisian? Saat itu Pak Tarman mengakui, keputusan yang diambil saat pak Timur itu jadi keputusan institusi bukan pribadi. Karena itu mereka menganggap perkara Novel itu sudah selesai,” demikian Samad.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby