Jakarta, Aktual.com – Ketua Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan, Marthin Hadiwinata, meminta pemerintah Indonesia segera menerapkan pendekatan hak asasi manusia (HAM) dalam kebijakan perikanan.
Saat ini, kebijakan pengelolaan perikanan masih berfokus kepada aspek ekonomi tanpa memastikan aspek sosial dan lingkungan terlindungi. Hal ini terlihat dari belum adanya kesungguhan kebijakan teknis perlindungan pekerja perikanan di Indonesia baik nelayan tradisional skala kecil hingga pekerja perikanan.
Diungkapkan Martin dalam keterangan tertulisnya yang diterima Minggu (11/12), paska diadopsinya Pedoman Perlindungan Perikanan Skala Kecil oleh FAO pada tahun 2014, setiap negara anggota FAO dimandatkan untuk menerapkannya di dalam negeri masing-masing termasuk Indonesia.
Komitmen Indonesia atas SSF Guidelines memang telah ada, tetapi perlu memastikan tindakan kongkrit seperti Rencana Aksi Nasional Perlindungan Perikanan Skala Kecil. Selain itu, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan juga masih belum berjalan karena membutuhkan peraturan tindak lanjut serta komitmen dari Pemerintahan Daerah.
Mengenai perlindungan pekerja diatas kapal perikanan ini, lanjut Martin, pada 16 November 2016 lalu, Lithuania telah menyerahkan ratifikasi aebagai syarat terakhir keberlakuan Konvensi ILO 188 Tahun 2007 tentang Pekerja Diatas Kapal Perikanan.
Satu tahun lagi tepatnya 17 November 2017, Konvensi ILo 188/2007 akan berlaku dan mengikat bagi setiap negara untuk wajib melakukan upaya melindungi pekerja diatas kapal perikanan, baik nelayan maupun ABK kapal.
“Sampai saat ini Indonesia masih belum meratifikasi konvensi ini padahal telah ada kasus perbudakan diatas kapal perikanan seperti Benjina,” jelasnya.
Intensi pemerintah atas proyek reklamasi teluk Jakarta, tambah Martin, menunjukkan bahwa pemerintah berkeinginan untuk melanjutkan proyek tersebut. Padahal tiga syarat dari Presiden Jokowi hingga saat ini belum dipenuhi.
Ketiga syarat itu adalah tidak dikendalikan swasta, tidak merusak lingkungan dan melindungi nelayan.
“Melanjutkan reklamasi di Teluk Jakarta dan kemudian mengembangkan proyek NCICD dilakukan secara diam-diam tanpa melibatkan publik merupakan pelanggaran HAM dan konstitusi UUD 1945,” demikian Martin.
(Laporan: Soemitro)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka