Jakarta, Aktual.com – Meskipun menuai berbagai kritikan publik dan mendapat suara penolakan dari Komisi VI DPR selaku mitra kerja Kementerian BUMN, namun Menteri Rini Soemarno bersikeras melakukan kebijakan holdingisasi.

Bahkan setelah holding sektor tambang yang menggabungkan perusahaan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Bukit Asam Tbk dan PT Timah Tbk menjadi anak perusahaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) secara resmi telah terbentuk, kini Menteri Rini mendesak PT PGN untuk segera menggelar RUPS dan menjadi anak perusahaan PT Pertamina. Dugaan Desakan itu diketahui dari surat bernomor S-682 /MBU/II/2017 bahwa Rini menandatangani surat untuk Direksi PT PGN. Berikut kutipannya:

“Sehubung dengan holding minyak dan gas serta dengan mempertimbangkan telah disampaikanya kepada Presiden Rancangan Peraruran Pemerintah (RPP) tentang penambahan penyertaan modal negara RI ke dalam modal saham perusahaan (perseroan) PT Pertamina, dengan ini kami minta agar saudara segera mempersiapkan dan melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Perusahaan Gas Negara (Persero) TBK dengan agenda perubahan anggaran dasar (perseroan),” demikian isi surat tersebut.

Sementara Ekonom Indonesia, Faisal Basri mengatakan bahwa sikap pemerintah sangat keliru apabila melihat holding sebagai muara semua solusi atas permasalahan BUMN.

Menurutnya masing-masing perusahaan memiliki permasalahan sendiri-sendiri sehingga tidak semua perusahaan cocok untuk diholdingkan, terbukti beberapa perusahaan yang telah holding sebelumnya, ternyata menemukan kegagalan.

Sementara khususnya holding migas yang mencalok PT PGN kedalam PT Pertamina, menurutnya tidak terlepas dari motif penguasaan perusahaan dan upaya monopoli bisnis gas.

Selain itu, honding juga dinilai rentan penyelewengan dan malah merugikan atas hak publik kepada perusahaan.

“PGN jadi anak Perusahaan Pertamina. Anak Perusahaan is not BUMN anymore. Jadi dia tidak boleh lagi dipaksa PSO (public service obligation). Bisa dijual tanpa perlu persetujuan DPR,” kata dia.

Dia mensinyalir holding ini ada kepentingan pihak trader yang selama ini tidak mendapatkan gas dari PGN lantaran PGN menjual secara langsung kepada konsumen.

Berbenda dengan Pertagas yang merupakan anak perusahaan Pertamina, mereka menjual gas kepada trader hingga membuat harga gas pada end user atau konsumen, semakin mahal.

“Selama ini gas PGN itu tidak dijual ke trader, tapi Pertagas ke trader. Dari 70-an trader, hanya 13 yang memiliki infrastruktur, ini yang menyebabkan harga mas menjadi mahal,” tegasnya.

Sehingga dia meminta pemerintahan menghentikan proses hoding karena akan merugikan masyarakat.

 

Pewarta : Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs