Jakarta, Aktual.com – Guru Besar Hukum Pidana Prof Romli Atmasasmita ikut menyoroti, situasi sidang kasus pembunuhan berencana Ferdy Sambo terutama kepada hakim yang memimpin sidang.
Menurut Prof Romli, seorang hakim adalah penjuru dari semua persidangan, seperti memiliki kekuasaan besar. Sehingga, seorang hakim memerlukan kesabaran, berintegritas dan tanggung jawab.
Dalam persidangan kasus pembunuhan Brigadir J ini, Prof Romli melihat hakim memiliki beban. Pasalnya, menurut Prof Romli, kasus yang menyeret Ferdy Sambo ini disorot semua pihak. Karena itu, menurut Prof Romli, hakim yang menyindangkan kasus ini bertindak hati-hati.
Terutama ketika hakim yang menggali keterangan Ferdy Sambo mengenai persitiwa di Magelang di mana ketika itu Ferdy Sambo dihubungi oleh Putri Chandrawati mengenai tindakan pelecehan yang dilakukan Brigadir J. Menurut Prof Romli, informasi yang digali oleh hakim itu hanya ingin mengetahui sejauh mana atensi dari suami ke istri.
“(Dalam persidangan) sudah dijawab oleh sang suami, istrinya melarang, nanti saja di Jakarta supaya jangan ada keributan. Jadi menurut saya bukan suatu yang harus dipersoalkan, teruama sang istri sudah menginformasikan bahwa sudah dapat perlindungan di sini (Magelang) dengan ajudan yang ada,” kata Prof Romli dalam suatu acara yang dikutip, Jumat (9/12).
Mengenai kesaksian Ricky Rizal dan Kuat Maruf yang kompak tidak tahu Ferdy Sambo menembak Brigadir J, Prof Romli menilai seorang hakim tidak sepatutnya memberikan pertanyaan yang menjerat, termasuk menyimpulkan dengan kata bohong, tuli, bisu.
“Pertama memang hakim tidak sepatutnya. Sebagai hakim ya, kan ada disamping dia mengerti hukum, dia juga dibatasi pedoman berprilaku, itu ada, saya tahu. Salah satu aturan yang ada tidak boleh memberikan pernyataan yang menjerat, tidak boleh. Apalagi menyimpulkan, kamu bohong, tuli, bisu, tidak boleh.
Seperti diketahui belum lama ini Kuasa hukum terdakwa Kuat Ma’ruf melaporkan hakim yang menyidangkan perkara penembakan Brigadir Yosua Hutabarat ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA). Majelis hakim dinilai melanggar kode etik lantaran menyampaikan kalimat tendensius dalam persidangan.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu