Jakarta, Aktual.com – Liberalisasi perusahaan pelat merah di bawah kendali Menteri BUMN Rini Soemarno sepertinya kian kencang, apalagi kemudian muncul PP Nomor 72 tahun 2016 sebagai revisi dari PP 44 tahun 2005.
PP tersebut adalah PP Nomor 72 tahun 2016 tentang perubahan Atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
“Banyak pernyataan soal BUMN ini bikin kaget. Termasuk terbutnya PP 72. Di PP itu disebutkan, ada pemindahan aset BUMN ke swasta tanpa melalui mekanisme APBN atau dalam arti tak lagi melalui persetujuan DPR. Ini yang berbahaya,” ungkap mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, dalam diskusi di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (14/1).
Menurutnya, dengan PP itu berpotensi semakin adanya liberalisasi BUMN. “Apalagi belum lama ini muncul ide mantan menteri senior, bahwa Dirut BUMN boleh orang asing. Seperti terjadi di negara lain, katanya. Lho ini gimana?” cetus dia.
Padahal, kata dia, konstitusi mereka berbeda dengan kondisi di Indonesia. “Mungkin dia lupa, bahwa pimpinan BUMN itu bagian dari pejabat negara. Kalau dirutnya asing, berarti pejabat negara juga boleh asing dong,” jelasnya.
Dia menegaskan lagi, dalam konteks pengakihan aset ke swasta itu, justru senuanyabharus sesuai persetujuan DPR.
“Di dalam UU BUMN, kalau swasta berarti lewat privatisasi. Sehingga kalau mau jual saham ke publik ya harus jmlewat persetujuan DPR. Terlepas DPR setuju atau tidak, itu urusan lain. Tapi di PP ini bisa lemahkan peran DPR,” pungkasnya.(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid