Seorang murid juga diharuskan memiliki adab kepada muqoddamnya, menghormatinya dan tidak bersikap congkak, bahkan anggaplah muqoddam sebagai pengganti syekh sehingga ucapan-ucapannya harus didengarkan.

Begitu pula sebaliknya, seorang muqoddam wajib memperhatikan permasalahan-permasalahan di kalangan ikhwannya, membimbing dan menjadwalkan waktu mudzakaroh secara berkala, seorang muqoddam harus merasa kehilangan atas ketidakhadiran/ketiadaan salah seorang ikhwan dan tetap tawadhu serta tidak membeda-bedakan mereka dalam bergaul.

Abu Al Fadl Sayid Abdullah Bin Muhammad Siddiq Al Ghumari RA melanjutkan bahwa seorang murid wajib menghormati kaum muslimin.

Dalam perbagulan di masyarakat umum, seorang murid hendaklah mengedepankan kejujuran dan tawadhu, tidak berangan-angan pada siapapun, tidak pula mempunyai perasaan takut kepada orang lain.

Berbuatlah sesuatu yang bermanfaat bagi kaum muslimin dan senang memberikan kebaikan bagi mereka sebagaimana menyenangi datangnya kebaikan untuk dirinya sendiri sesuai dengan sabda Nabi SAW :

لاَ يُؤمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Artinya: “Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”[HR:Bukhari dan Muslim].

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid