Jakarta, Aktual.com — Ekonom Senior Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) ingin kesepakatan terkait mobilitas tenaga kerja saat pemberlakuan Pasar Bebas ASEAN (MEA) diperjelas. Hal tersebut dilakukan agar dalam penerapannya tidak menjadi multitafsir.
“Kesepakatan terkait mobilitas tenaga kerja tersebut harusnya bisa diperjelas, bagaimana mengimplementasikan persetujuan tersebut agar tidak ada multitafsir dalam penerapannya,” kata Ekonom Senior ADB Guntur Sugiyarto di Jakarta, Jumat (11/12).
Menurutnya, ketidakjelasan implementasi persetujuan terkait mobilitas tenaga kerja itu membuat interpretasi dari setiap pemangku kepentingan dari setiap negara akan menjadi bervariasi.
“Belum ada mekanisme supaya orang-orang ini harus kualifikasinya apa untuk kemudian pindah ke negara lain bekerja di sana, ini jadi multitafsir juga di setiap negara,” ujarnya.
Tidak jelasnya implementasi dari kesepakatan tersebut, menjadi salah satu penyebab belum suksesnya implementasi langkah-langkah prioritas dalam cetak biru untuk pertumbuhan kawasan ekonomi ASEAN yang baru mencapai 92,7 persen.
Pada bulan November 2015, dalam KTT ke-27 ASEAN di Kuala Lumpur mengeluarkan dua laporan penting, yakni laporan pertama tentang ASEAN Integration Report 2015 dan A Blueprint for Growth-ASEAN Economic Community (AEC) 2015: Progress and Achievements, yang di dalam laporannya menyatakan bahwa saat ini telah tercapai 92,7 persen kesuksesan implementasi dari langkah-langkah berprioritas tingi (high priority mater) yang harus terlaksana saat memasuki MEA/AEC.
Akan tetapi, pada saat yang sama juga terindikasi ada 7,3 persen dari ‘high priority mater’ tersebut yang belum tercapai, salah satu komponen penting itu adalah mobilitas tenaga kerja, karena belum ada kejelasan tentang implementasinya.
Oleh karena itu, lanjut Guntur, bersama beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia, membahas masalah tersebut untuk mencari jalan keluarnya.
“Kita sudah menghasilkan poin penting. Dalam pertemuan ini tujuan kami ingin membuat policy brief, semacam policy note yang akan kita share semaksimal mungkin ke the rights stakeholder, supaya mereka juga bisa mendengarkan masukan-masukan dari orang-orang expert ini, kota di sini hanya memfasilitasi,” tutur Guntur.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka