Jakarta, Aktual.com – Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memprakirakan inflasi di Indonesia pada akhir 2017 naik ke kisaran 4,5 persen karena terimbas pengurangan subsidi listrik dan pemulihan harga komoditas.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat tekanan inflasi tahun ini sangat bersumber dari kelompok tarif yang diatur pemerintah (administered prices).
Bhima juga mengingatkan tekanan inflasi lebih besar mungkin bisa datang dalam waktu dekat, dengan terus menanjaknya harga minyak mentah dunia, yang bisa memicu kenaikan harga bahan bakar minyak di dalam negeri.
“Kenaikan harga BBM bisa sangat sensitif sekali terhadap inflasi. Pada semester I 2017, tekanan untuk menaikkan harga BBM cukup tinggi,” ujarnya, Sabtu (4/2).
Indef memperkirakan inflasi 2017 akan berada di 4-4,25 persen.
“Perkiraan kita belum seekstrem IMF yang hingga 4,5 persen,” ujarnya.
Ekonom Senior PT. Bank Mandiri Persero Tbk Andry Asmoro sebelumnya mengatakan tim ekonom Bank Mandiri masih memperkirakan inflasi 2017 di sekitar 4,2 persen, meskipun kenaikan inflasi di Januari 2017 melebihi ekspetasi.
Namun inflasi, kata Andry, bisa melompat jauh, jika pemerintah dan Bank Indonesia terlambat mengantisipasi tekanan dari tarif harga barang bergejolak (volatile food), untuk mengkompensasi kenaikan tarif “administered prices”.
Gubernur BI Agus Martowardojo dalam pernyataan tertulisnya, mengatakan Bank Sentral akan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, dengan tetap mengoptimalkan pemulihan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
“Bank Indonesia menyambut baik hasil assessment IMF terhadap perekonomian Indonesia pada tahun 2016, yang menilai bahwa Indonesia telah berhasil menjaga stabilitas makroekonomi dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal,” ujar Agus.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka