Jakarta, Aktual.co — Menteri BUMN Rini Soemarno telah menepis tudingan yang menyebut bahwa upaya Pemerintah mendorong Pertamina untuk segera menerbitkan obligasi rupiah agar tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai upaya Privatisasi.

Rini mengatakan, tidak ada niat atau tujuan dari Pemerintah untuk memprivatisasi Pertamina. Langkah tersebut diklaimnya sebagai upaya membenahi BUMN Migas tersebut agar menjadi lebih baik ke depannya.

Menurut Pengamat Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan, dalam APBN 2015 tidak lagi tercantum penerimaan negara yang berasal dari privatisasi.

“Nah di APBN 2015 saya tidak melihat adanya nomenklatur privatisasi itu, jadi seharusnya strategic sale atau IPO itu haram hukumnya. Karena kalaupun harus ada privatisasi dalam tahun 2015 artinya APBN harus diubah dengan memasukan kembali nomenklatur privatisasi. Jadi semoga semoga privatisasi ini hanya menjadi sekedar wacana,” kata Dani yang juga peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) di Jakarta, Selasa (9/12).

Ia mengungkapkan, sejak tahun 1998 nomenklatur privatisasi selalu masuk ke penerimaan negara dalam APBN. Untuk pertama kalinya, dalam APBN 2015 penerimaan negara dari privatisasi itu sudah tidak tercantum.

“Dulu kami mengkritisi terus privatisasi baik dalam IPO atau strategic sale itu selalu ada terus dalam penerimaan negara dalam APBN. Baik jumlahnya sedikit sekalipun tetap ada. Itu kan artinya ada itikat buruk dari pemerintah untuk terus melakukan privatisasi,” terangnya.

Dikatakannya, menghilangkan penerimaan privatisasi dalam APBN itu merupakan suatu kemajuan. Di mana di situlah kita memutus itikat buruk pemerintah meski itu dilegalkan menurut UU APBN.

“Dalam privatisasi itu tentunya akan ada penerimaan negara, dan masuknya pun harus legal. Tidak bisa ada uang yang masuk begitu saja ke kas negara, tapi harus diatur UU. Dan harus jelas nanti penerimaan negara itu akan masuk ke sektor mana? Nah kalau tidak jelas mau masuk mana dan tidak diatur sebelumnya, yah ilegal namanya,” sambungnya.

“Kita harus mengakui ini sebuah itikat buruk oleh Menteri BUMN untuk terus menerus mendesak perusahaan plat merah untuk melakukan privatisasi. Perhitungan di UU-nya tidak boleh, kecuali mereka mau memasukan kembali nomenklatur penerimaan privatisasi dalam APBN-P 2015,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka