“Agama Berakhlak” adalah tulisan inspiratif gubahan Cendikiawan Muslim, Yudi Latif disadur dari instagram pribadinya.
Saudaraku, umat yang terbaik sejatinya memiliki akhlak yang terbaik. Namun, apakah setiap orang beragama otomatis memiliki akhlak yang baik? Untuk mendalami pemahaman ini, disarankan membaca buku “Islam and Morality” karya Oliver Leaman (2019), seorang profesor filsafat dari AS yang memiliki ketertarikan pada pemikiran Islam.
Dalam bahasa Arab, etika dikenal dengan istilah “akhlak”, yang berasal dari kata yang sama dengan “khalik” (Pencipta) dan “makhluk”. Ini mengimplikasikan bahwa akhlak mulia seharusnya mencerminkan kesinambungan antara idealisme ketuhanan dengan realitas keberadaan makhluk beserta keragaman budayanya, ruang, dan pengalamannya.
Salah satu kesalahan umum adalah menyamakan etika dengan hukum (fiqh). Meskipun keduanya berkaitan, namun tetap ada perbedaan. Hukum berfokus pada aturan-aturan, sedangkan etika tidak hanya pada aturan tetapi juga mempertimbangkan konsekuensi dan konteks tindakan.
Umumnya dikatakan bahwa dasar dari shariah (maqasid al-sharia) adalah kemaslahatan (maslaha). Namun, dalam kenyataannya, ada tantangan persisten dalam etika Islam untuk menyelaraskan antara maslaha dan maqasid.
Merumuskan maqasid membutuhkan kemampuan untuk menentukan prinsip-prinsip utama sebuah tindakan. Hal ini tidak bisa semata-mata diambil dari Al-Qur’an; dibutuhkan juga referensi hadits, sunna, sira Nabi, serta interpretasi para sahabat dan ulama mayoritas.
Setelah prinsip-prinsip tersebut dirumuskan, tantangan berikutnya adalah memahami realitas kehidupan yang terus berubah. Dengan demikian, meskipun prinsip-prinsip maqasid tetap konstan, demi maslaha, penafsiran dapat berubah sesuai dengan konteks yang berubah.
Oleh karena itu, etika Islam seharusnya selaras dengan desain ciptaan Tuhan yang menghargai keragaman, memberikan kesempatan bagi beragam pengalaman, dengan tujuan untuk saling melengkapi dan berkompetisi dalam kebaikan.
Oleh karenanya, diperlukan pendekatan yang kontekstual dan dinamis dalam memahami etika Islam, serta konsistensi dalam mengaktualisasikannya sesuai dengan perkembangan zaman. Di sini, iman, ilmu, dan amal harus bersatu, berjalan bersama, agar tetap terpelihara dan menyala.
Sumber: Edulatif No. 26
https://www.instagram.com/p/CxEaXehBP3S/?igshid=ODk2MDJkZDc2Zg==
(Arbie Marwan)