Disini agar para pembaca bisa mengerti bahwa bangsa ini mempunyai peradaban yang Agung dan besar sebelum datang nya agama agama besar di dunia modern saat ini, hanya saja karena sifat dari Orang Orang Nusantara, khususnya Jawa yang selalu bisa menerima hal hal baru dan dipadukan dengan hal hal lama, termasuk dalam hal agama dan kepercayaan, maka tidak mengherankan mengapa Islam bisa diterima dan berkembang begitu cepat nya pasca Sunan Ampel Raden Rahmatullah, yang telah dianggap keluarga oleh Raja Brawijaya ke 5, karena memang ada darah Singosari dari jalur keturunan ibundanya, karena ajaran agama Samawi tersebut sama dan identik dengan Tuhan dalam agama Kapitayan bahwa Tuhan tidak terlihat dan mempunyai kekuasaan sangat besar, yang digambarkan dengan suwung atau kosong penuh kesunyatan, maka tidak mengherankan bahwa orang orang penganut Kejawen selalu mencari suwung atau susuhing angin (rumah angin) agar bisa mengenal Tuhan yang Esa, yang laku dijabarkan dengan penemuan Manunggaling Kawulo lan Gusti, dalam perspektif tasawuf Jawa oleh Syech Abdul Jalil atau Siti Jenar, dan hingga Ronggo Warsito. Yang merupakan perpaduan antara agama Jawa kuno berdasarkan ajaran tutur tinular dari leluhur secara turun temurun dengan ajaran sesuai kitab Suci dalam agama Islam, walaupun sesungguhnya kejawen sendiri tidak hanya bagi pemeluk agama Islam saja tapi ada juga Kristen Kejawen, Budha dan Hindu Kejawen, hanya saja sudah terlanjur identik hanya Islam Kejawen karena mayoritas dalam masyarakat Jawa saat ini adalah memeluk agama Islam.

Kembali kepada Tuhan dari Agama kuno Jawa Kapitayan, adalah Syang Hyang Taya, yang orang jawa mendefinisikan dalam satu kalimat “Tan Keno Kinoyo Ngopo” yang artinya tidak bisa digambarkan seperti apa yang bersifat Ghaib atau tidak terlihat tapi dirasakan setiap kehadirannya.

Hakekat dari pencarian urip atau hidup dalam agama Jawa, adalah menemukan Kayu Gung Susuhing Angin, yang merupakan pencarian jati diri, dimana plong, bolong dan suwung sebagai wujud nyata pekerti Keagamaan, untuk bisa memahami sejatinya hidup dan kehidupan, sejati nya kita dilahirkan dari mana asalnya (Sang Kan Paraning Dumadi) dan setelah lahir didunia harus mengapa, dan bertindak bagaimana sebagai bekal nanti di alam Kekal, setelah kita tiada kita kemana? Itu adalah filosofi Jawa yang terkandung dalam huruf Honocoroko, yang merupakan lanjutan dan pendarmabaktian dari pada agama Jawa Kapitayan, yang memandang utusan nya yaitu Ki Semar sebagai Kadewatan (dunia dewa) yang lebih memfokuskan pada laku kita, darma bakti sebagai mahluk Hidup yang merupakan bagian dari alam semesta, Jagad Cilik dan Jagad Gede. Dan itu sudah ada ribuan tahun sebelum datang nya agama agama besar ke Nusantara khusus nya Jawa. Jadi salah jikalau hanya memandang nenek moyang kita hanya mempunyai kepercayaan Animisme Dinamisme dan tidak berbudaya.

Maka tidak heran karena antara Tuhan Allah dalam Alquranul kharim punya makna yang sama dengan Tuhan nya Agama Jawa kuno Kapitayan, dengan demikian wajar apabila perkembangannya sangat pesat dan cepat di Nusantara ini khusus nya Jawa.

Apabila dikaitkan dengan agama Kapitayan dengan Agama Budi seperti yang diramalkan dalam ramalan Jawa baya, akan datang nya Agama Budi bersenjatakan Trisula Weda, akan nagih janji sesuai janji perjanjian Sabdo Palon Noyogenggong dengan Syech Subakir ditanah Jawa, maka bisa dijelaskan disini, yang mempunyai makna, segala tindakan kita dalam ibadah Yang bersifat Mu’ amallah, harus manunggal atau satu antara hati manusia, ucapan manusia dan tindakan manusia yang harus berbudi luhur sesuai ajaran ajaran luhur, yang digambar kan sebagai sebuah pusaka atau senjata Trisula Wedha. Yang bisa menyelamatkan manusia. Kadang pada jaman modern ini, manusia hanya menonjolkan Akidah dan Ritual ibadah seperti sholat, puasa, zakat, haji akan tetapi tidak ditransformasikan akidah akidah tersebut dalam tindakan nyata dalam kehidupan sehari hari dalam masyarakat (Mu’ amllah) itu yang kerap menjadikan kita sebagai manusia yang gagal paham dalam memahami sebuah ibadah secara utuh dan yang lebih miris lagi terjadi fenomena, bahwa bangsa ini dulu bangsa penyembah berhala, yang apabila tidak datang agama agama besar samawi maka bangsa ini tetap akan jadi bangsa penyembah animisme, dinamisme, hal ini karena kekerdilan cara berpikir dan tidak tahu secara utuh sejarah masa lalu bangsa ini. Sebuah bangsa yang mempunyai peradaban yang sangat besar dimana dibelahan dunia lain masih primitif, Bangsa di tanah Nusantara ini sudah berbudaya tinggi dan mempunyai peradapan yang sangat luar biasa Agung dan besar.

 

Oleh : Agus Widjajanto, Penulis adalah pemerhati masalah Sosial budaya, politik dan sejarah bangsa nya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano