Jakarta, Aktual.com – Pasca puasa dan lebaran lalu, bisnis ritel dalam negeri pertumbuhannya tak lagi tinggi. Penghujung yang ditandai adanya momen natal dan tahun baru belum sekencang momen puasa dan lebaran.

Untuk itu, pihak Asosiasi Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah untuk terus menjaga bisnis ritel dalam negeri. Salah satunya dengan menjaga harga energi seperti gas, listrik, dan bahan bakar minyak (BBM).

“Jika bisnis ritel dapat bertumbuh positif, maka pemerintah harus menjaga komponen harga gas, listrik, dan BBM. Itu elemen yang penting bagi kami,” tegas Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey, di Jakarta, Rabu (28/12).

Sejauh ini, kata dia, komponen harga energi tersebut masih terkendali. Namun dengan rencana kenaikan liatrik tahun depan untuk kategori rumah tangga akan mengganggu daya beli, sehingga bisnis ritel bisa terganggu.

Selain faktor energi, Aprindo juga menyoroti faktor inflasi yang menurutnya bisa menjadi hambatan laju pertumbuhan bisnis ritel.

Jika inflasi bisa ditekan pada level rendah, kata Ry, maka nilai tukar rupiah pun akan membaik, dan bisa memengaruhi harga produk-produk yang dijual pebisnis ritel.

“Makanya kami berharap laju inflasi bisa ditekan di bawah 4% bahkan harusnya 3,1%-3,2%. Jangan seperti tahun lalu di angka 7% plus minus 1%,” tandasnya.

Dengan demikian, kata dia, di tengah perlambatan ekonomi ini, pihak pebisnis ritel berharap sektor ini bisa bertumbuh positif. Minimal dua digit awal, yaitu 10 persen atau lebih baik dari tahun lalu.

“Kami harap penjualan toko ritel pertumbuhannya di tahun ini bisa sampai double digit di 10%. Lebih baik dari tahun laku yang 8%,” terang Roy.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif The Nielsen Indonesia, Yongki Surya Susilo juga mengeluhkan minimnya pertumbuhan industri ritel baik toko tradisional maupun ritel modern di tahun ini. Terutama pasca puasa dan lebaran yang terus mengalami penurunan.

“Toko tradisional angka pertumbuhan yang normal itu bisa sampai 10-11 persen seperti tahun lalu. Tapi faktanya, sampai semester I-2016 hanya bertumbuh 8-9 persen. Habis semua setelah lebaran,” tegasnya belum lama ini.

Untuk toko modern seperti mini market juga mengalami hal yang serupa. Kata dia, angka pertumbuhan toko modern yang normal itu sebesar 15-17 persen.

“Tapi tahun ini ternyata lebih rendah lagi. Saya kira akan lebih tinggi, ternyata cuma 8,8 persen. Padahal pertumbuhan tokonya antara 11-13 persen. Pasca lebaran makin anjlok,” cetus Yongki.

Untuk itu, dia berharap ada kebijakan yang tepat dari pemerintah agar laju perdagangan atau bisnis ritel bisa semakin bertumbuh positif.

Laporan: Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby