Jakarta, Aktual.com – Hak angket merupakan hak DPR untuk mengadakan penyelidikan mengenai masalah tertentu, fungsi ini diatur dalam konstitusi. Ketua Panitia Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa baru-baru ini.
Menurutnya, masih banyak orang yang membutuhkan penjelasan tentang angket. Hak angket adalah hak konstitusional dewan yang dijamin konstitusi, sebagai hak penyidikan tertinggi dalam konteks negara.
Dalam kerjanya Agun menjanjikan Panitia Angket DPR akan bekerja secara transparan dan akuntable. Bahkan dia bersedia menerima yang tidak setuju dengan Panitia Angket ini. Dia mempersilahkan datang ke DPR dan menyampaikan pendapat.
“DPR menggulirkan hak angket ini semata-mata ingin mengembalikan kembali, di mana sebenarnya posisi KPK dalam negara ini dalam sistem demokrasi kita. Metode kerjanya kita akan transparan, akan terbuka, akan mengundang semua pihak,” katanya.
Politisi Partai Golkar ini menguraikan, diantara tiga cabang kekuasaan negara, yang sering disebut dengan trias politica yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif, posisi KPK belum jelas.
Di lapangan, KPK mengeksekusi perkara korupsi dengan operasi tangkap tangan (OTT) tapi di persidangan juga menjalankan fungsi yudikatif. KPK juga disebutkan Agun tidak ada lembaga yang mengawasinya secara tegas.
“Kita akan bedah melalui angket ini bagaimana posisi dan fungsi KPK dalam criminal justice system. Karena hukum pidana kita menganut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hukum formil yang mengatur proses,” jelasnya.
Direktur Eksekutif ILEW Iwan Sumule menyampaikan, tindakan OTT yang kerap kali dipertontonkan KPK menurut penilaianya telah melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Karena pemberian suap yang kerap kali tertangkap OTT oleh KPK, tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi, jika penerima suap melaporkan kepada KPK. Tapi jika dalam 30 hari suap yang diterima tidak dilaporkan kepada KPK, baru kemudian penerima suap dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana korupsi.
Artikel ini ditulis oleh: