Habib Rizieq Shihab menjadi saksi dalam sidang terdakwa kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama saat menjalani sidang yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (28/2). Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan dua orang saksi ahli yaitu Habib Rizieq Shihab dan Ahli Hukum Pidana Abdul Chair Ramadhan untuk memberikan keterangan terkait dugaan kasus penistaan agama. Republika-Pool/Raisan Al Farisi
Sidang ke-12 Ahok Habib Rizieq Shihab menjadi saksi dalam sidang terdakwa kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama saat menjalani sidang yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (28/2). Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan dua orang saksi ahli yaitu Habib Rizieq Shihab dan Ahli Hukum Pidana Abdul Chair Ramadhan untuk memberikan keterangan terkait dugaan kasus penistaan agama. Foto: Raisan Al Republika-Pool/Raisan Al Farisi

Jakarta, Aktual.com – Ahli agama Islam, Habib Rizieq Shihab menegaskan bahwa kasus dugaan penodaan agama yang membelit Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja alias Ahok, bukan persoalan ihwal tafsir ‘awliya’ dalam Al Qur’an, khususnya surat Al Maidah ayat 51.

Menurut Habib Rizieq, Ahok secara terang-terangan sudah menuding surat Al Maidah ayat 51 merupakan alat yang kebohongan. Padahal, apa yang terkandung dalam surat Al Maidah ayat 51 benar adanya, dan orang yang menyampaikan surat tersebut tidak dapat dikatakan bohong.

“Jadi persoalan di sini bukan pada persoalan ‘awliya’ itu artinya apa, bukan. Persoalannya, konteks hukum yang dilahirkan dari ayat tadi,” tegas Rizieq saat bersaksi dalam sidang kasus penodaan agama, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (28/2).

Oleh karena itu, untuk bisa memahami maksa setiap surat dalam Al Qur’an, tidak cukup bermodalkan keahlian berbahasa Arab, tak cukup dengan hafal Al Qur’an ataupun dengan hafal hadist.

“(Untuk bisa mentafsirkan Al Qur’an) harus tahu kaidah-kaidah unsur fiqh dan cara metodelogi pengambilan hukum dalam Al Qur’anur karim,” ujarnya.

Sebelumnya, dijelaskan Rizieq, kata ‘awliya’ dalam bahasa Arab berarti ‘wali’. Kata ‘wali’ dapat diartikan sebagai teman setia, orang kepercayaan, pelindung, penolong dan pemimpin.

Menurut Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) ini, para tafsir salaf sepakat bahwa surat Al Maidah ayat 51 memerintahkan untuk tidak memilih pemimpin non muslim.

“Setiap teman setia, belum tentu jadi pemimpin. Tapi, setiap pemimpin wajib jadi teman setia orang yang dipimpinnya. Pemimpin harus setiap sama rakyatnya, nggak boleh dia khianat”.

“Begitu juga orang kepercayaan. Orang kafir jadi orang kepercayaan orang muslim saja tidak boleh, apalagi jadi pemimpin. Karena setiap orang kepercayaan belum tentu jadi pemimpin. Tapi, setiap pemimpin wajib menjadi orang kepercayaan rakyatnya. Jadi pemimpin ini lebih tinggi, menghimpun sifat-sfat tersebut,” imbuhnya.

Itulah sebabnya, sambung Rizieq, para ulama tafsir salaf yang hidup antara tahun 1 sampai tahun 500an Hijriah, sepakat bahwa surat Al Maidah ayat 51 merupakan dalil yang mengharamkan memilih orang yahudi dan nasrani sebagai pemimpin bagi umat Islam.

[M Zhacky Kusumo]

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid