Para ahli geologi Universitas Gadjah Mada meluncurkan buku "Green Energy, Sebuah Keniscayaan" di Yogyakarta, Sabtu (18/12/2021) malam. (ANTARA/Luqman Hakim)

Yogyakarta, aktual.com – Para ahli geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mendorong upaya optimalisasi pemanfaatan energi hijau di Tanah Air dengan menghadirkan buku “Green Energy”.

“‘Green energy’ merupakan tuntutan zaman,” kata Ketua Alumni Teknik Geologi UGM Angkatan 1983 (Geo83) Anif Punto Utomo saat peluncuran buku “Green Energy, Sebuah Keniscayaan” di Univetsity Club UGM, Yogyakarta, Sabtu (18/12) malam.

Anif menuturkan buku “Green Energy” tulisan berupa pemikiran, solusi, dan rekomendasi dari para ahli geologi alumnus Teknik Geologi UGM Angkatan 1983.

Para penulis, kata dia, memiliki latar belakang profesi beragam mulai dari pengelolaan sumber daya kebumian (geotermal, migas, mineral dan batubara), geologi teknik, hidrogeologi.

Beberapa penulis lainnya juga berprofesi sebagai wartawan dan kalangan perbankan.

“Namun semua tulisan mengarah kepada maksimalisasi pemanfaatan energi \hijau,” tutur Anif.

Menurut dia, kegalauan tentang penggunaan energi fosil (brown energy) sudah menjadi fenomena global hingga muncul kesadaran kolektif dari para pemimpin dunia.

Bahkan Presiden China Xi Jinping pada Juni 2014 menyerukan Revolusi Energi, revolusi dari “brown energy to green energy”.

“Strateginya adalah dengan cara mengekang konsumsi energi fosil dengan mengurangi drastis pemakaian batubara,” kata dia.

Indonesia, kata Anif, memiliki sumber energi hijau (energi baru terbarukan/EBT) yang melimpah, namun belum termanfaatkan optimal.

Sebagaimana negara lain, Indonesia masih mengandalkan energi fosil (batubara dan migas) untuk membangkitkan energi.

Ia menyebutkan saat ini Indonesia memiliki potensi EBT sejumlah 417,8 GW, sementara yang dimanfaatkan baru 2,5 persen atau 10,4GW.

Salah satu penulis buku “Green Energy”, Adi Maryono mengatakan Indonesia juga memiliki bahan baku untuk energi hijau yakni mineral yang mendukung untuk pembuatan baterai (terutama) untuk mobil listrik.

“Indonesia memiliki 25 persen dari cadangan nikel di seluruh dunia, sehingga Indonesia akan memerankan peran yang sangat strategis dan dominan dalam usaha dunia mewujudkan ‘green energy’,” kata Direktur J Resource Asia Pacific ini.

Lebih dari itu, lanjut Adi, Indonesia juga memiliki cadangan logam tanah jarang (rare earth element-REE) untuk pembuatan baterai.

“Cadangan ada di Sumatra, Bangka Belitung, Kalimantan, dan Sulawesi. Sayang pengembangan REE masih terkendala pada ketersediaan regulasi yang tidak jelas dan belum memberikan stimulus pada pelaku usaha,” kata Ketua IAGI periode 2014-2020 itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Rizky Zulkarnain