Jakarta's first non-Muslim governor and Chinese-ethnic minority, Basuki Tjahaja Purnama also known as Ahok, arrives at court in Jakarta, May 9, 2017, to hear judges verdict of the blasphemy allegations stemmed from a speech last year in which he said his rivals were tricking people into voting against him by using a Koranic verse, which some interpret as meaning Muslims should only choose Muslim leaders. Photo: AFP/Bay Ismoyo/Pool

Jakarta, Aktual.com – Ahli hukum pidana, Mudzakkir, mengkritik sikap jaksa yang menangani kasus dugaan penodaan agama Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Pasalnya, sejak keputusan Ahok mencabut upaya hukum banding, jaksa tak kunjung bersikap.

Ia menilai, seharusnya jaksa ikut melakukan hal yang sama yakni mencabut banding yang juga diajukan. Sebab, langkah itu murni kewenangan jaksa yang menangani kasus Ahok, bukan Jaksa Agung.

“Ini pertanyaannya, jaksa sebagai penuntut lembaga atau jaksa penuntut umum? Kalau jaksa penuntut lembaga, dia menuntut karena perintah atasan, namanya lembaga. Tapi kalau jaksa penuntut umum menuntut pertimbangannya umum, bukan pimpinan. Ini harus hati-hati,” sindir Mudzakkir, saat dihubungi Aktual.com, Kamis (25/5).

Jadi sebetulnya, sambung ahli hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII), jaksa tak memiliki alasan apapun untuk tidak mencabut banding atas putusan majelis hakim. Karena, dengan Ahok mencabut bandingnya, yang bersangkutan secara tidak langsung mengakui putusan majelis hakim yang menyatakan bahwa ia telah menodai agama Islam.

“Harusnya jaksa ikut mencabut, karena putusan sudah diterima oleh yang bersangkutan (Ahok),” jelasnya.

Bilamana jaksa tak juga mencabut bandingnya, persepsi yang bakal muncul menurut Mudzakkir, bahwa jaksa tengah berupaya menurunkan vonis majelis hakim yanh telah dijatuhi untuk Ahok.

“Kalau dia (jaksa) bertahan masuk disitu (ajukan banding), berarti dia targetnya menurunkan putusan,” pungkas Mudzakkir.

(M Zhacky)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka