Jakarta, Aktual.com – Dosen salah satu universitas swasta di Jakarta, Buni Yani telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan ujaran kebencian kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ia disangka telah melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Keputusan pihak Polda Metro pun menuai sorotan, salah satunya dari ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda. Menurutnya, ada pemahaman yang keliru dari penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro.
“Menurut saya ada kekeliruan penyidik dalam memahami Pasal 28 ayat 2 UU ITE,” tegas Huda saat diminta menanggapi, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/11).
Dipaparkan Huda, Pasal 28 ayat 2 ini haruslah dipahami sebagai bentuk aturan yang mengatur tindakan seseorang dalam sebuah media sosial. Dimana, seseorang tidak boleh mengutarakan sesuatu yang ditujukan untuk individu maupun kelompok, dengan menyinggung Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
“Itu kan dilarang untuk menyebarkan informasi yang kemudian dengan itu mengundang kebencian atau permusuhan terhadap individu dan atau kelompok berdasarkan SARA. Jadi individu berdasarkan SARA, kelompok juga berdasarkan SARA,” jelas Huda.
Pandangannya, salinan pernyataan Ahok yang dibuat oleh Buni Yani, sama sekali tidak menyinggung soal SARA yang melekat pada diri Ahok. Karena sejatinya, Buni Yani hanya menyalin apa yang disampaikan Ahok di Kepulauan Seribu, akhir September 2016 lalu.
“Jadi kalau melihat apa yang dibuat Buni Yani, sama sekali tidak mengundang kebencian terhadap pak Ahok berdasarkan SARA. Tak ada kata-kata yang disampaikan atau dibuat Buni Yani itu yang isinya adalah menimbulkan kebencian terhadap Ahok berdasarkan SARA,” terangnya.
Diketahui, Pasal 28 ayat 2 UU ITE, secara jelas berbunyi: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.
Penjelasan pasal ini, sambung dia, tidak boleh dimaknai setengah-setengah. Namun sayangnya, pemaknaan separuh ini justru dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Metro, yang kemudian ia tanggapi bahwa pemahaman itu salah.
“Jadi seolah-olah dipenggal itu, menimbulkan kebencian terhadap individu, sampai situ saja. Padahal individu itu harus dibawa berdasarkan SARA, kelompok juga berdasarkan SARA. Jadi tidak tepat kalau hanya menimbulkan kebencian terhadap pak Ahok. Itu tidak memenuhi unsur daripada Pasal 28 ini,” pungkasnya.
Laporan: M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby