Terdakwa kasus dugaan penistaan Agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2). Dalam sidang ke-10 kasus penitasan agama tersebut Jaksa Penuntut Umum rencananya menghadirkan 4 saksi ahli. Media Indonesia-Pool/RAMDANI
Terdakwa kasus dugaan penistaan Agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersama kuasa hukumnya mengikuti sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2). Dalam sidang ke-10 kasus penitasan agama tersebut Jaksa Penuntut Umum rencananya menghadirkan 4 saksi ahli. Media Indonesia-Pool/RAMDANI

Jakarta, Aktual.com – Ahli bahasa dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama, Mahyuni berpandangan, kalimat ‘dibohongi pakai surat Al Maidah 51’ dapat diartikan menganggap bahwa surat tersebut bohong.

Secara keilmuan Mahyuni memaparkan, kalimat ‘dibohongi pakai surat Al Maidah 51’ menunjukkan bahwa si pembicara menilai ada orang yang menggunakan surat tersebut untuk membohongi orang lain, terlebih ada kata ‘iyakan’.

“Sangat jelas, kata iyakan itu penegasan, penegasan saat tersebut atau beberapa saat sebelumnya yang mengklaim bahwa selama ini orang menggunakan itu (surat Al Maidah ayat 51) untuk membohongi orang lain,” papar dia di depan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2).

Mendengar pemaparan Mahyuni, salah satu Hakim Anggota yang mengadili kasus penodaan agama melontarkan pertanyaan.

“Jadi, ini kalau dipandang dalam segi bahasa ya, berarti si pembicara ini menganggap bahwa ada orang yang membohongi, membohongi menggunakan surat Al Maidah 51 ini?” tanya salah satu Hakim Anggota

“Betul, jelas itu,” singkat Mahyuni.

Kemudian, Hakim Anggota tersebut mempertanyakan, apakah ada pihak yang bisa terpengaruh dengan kalimat tersebut, sementara Al Maidah merupakan salah satu surat yang ada dalam Al Qur’an, kitab suci umat Islam?

“Ini Al Maidah merupakan bagian dari Al Qur’an, dan Al Qur’an ini bagi umat muslim diyakini kebenarannya. Sekarang, kalau seseorang membohongi orang lain, apa dimungkinkan membohongi itu dengan sesuatu yang diyakini kebenarannya?” tanya Hakim Anggota tersebut.

Dijelaskan Mahyuni, ketika orang yang meyakini surat Al Maidah, tentunya tidak akan percaya dengan si pembicara yang mengatakan ada orang yang menggunakan surat tersebut untuk membohongi. Lain hal jika yang

“Tergantung. Maksud saya tergantung yang berbicara. Kalau orangnya tidak meyakini, kan sama saja mengklaim ada orang yang berbohong. Jadi, kalau saya meyakini (ada orang berbohong pakai surat Al Maidah) berbeda ceritanya,” jelasnya.

Hakim Anggota itu pun seolah tidak puas, dan kembali melontarkan pertanyaan ke Mahyuni.

“Kalau seseorang membohongi orang lain, ada orang yang membohongi, ada orang yang dibohongi, dan ini dengan menggunakan surat Al Maidah. Nah terus, apakah memang dimungkinkan membohongi itu, ini kan, ini surat Al Maidah ini Al Qur’an, kan begitu. Kalau membohongi kok pake Al Qur’an, apa mungkin begitu?” tanya Hakim Anggota.

Menurut Mahyuni, justru pertanyaan Hakim Anggota yang kini menjadi polemik. “Justru itu, dari sebuah kebenaran yang diyakini kok bisa dipakai untuk berbohong atau menjadi alat pembohong, kan itu masalahnya,” ujar dia.

Pertanyaan pun kembali terlontar. Kali ini Hakim Anggota tersebut secara spesifik mempertanyakan, apakah kalimat ‘dibohongi pakai surat Al Maidah 51’ dapat diartikan bahwasanya surat tersebut bohong?

“Apakah dengan kalimat seperti ini bahwa menurut si pembicara itu, dari pandangan frasa bahwa Al Maidah juga dianggap sesuatu yang bohong?” tanya Hakim.

“Iya begitu. Karena sumber kebohongan. Dibohongi pakai atau ditambah pakai, sudah menegasi kebenaran, begitu mengatakan bohong, dibohongi. Oleh karena itu, maknanya dengan itu maka ada pihak yang melakukan pembohongan, dari sumber, yang sumber itu benar. Tapi itu bisa dinegasi maknanya karena meminjam kata bohong tadi,” jawab Mahyuni.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby