Jakarta, Aktual.com — Ahli syaraf Dr dr Wawan Mulyawan mengatakan serangan epilepsi atau ayan tak hanya berbentuk kejang tetapi juga dalam bentuk serangan lainnya seperti kejang-kejang.
“Masyarakat umumnya hanya mengetahui bahwa serangan epilepsi berbentuk kejang disertai mulut berbusa. Padahal selain kejang, serangan dapat berupa hilang kesadaran sesaat, menjatuhkan atau melempar benda yang dipegang, atau terjadi perubahan perilaku sehingga keluarga mengira sedang kesurupan,” terang Wawan, di Rumah Sakit Umum Bunda di Jakarta, Jumat (26/6).
Sampai saat ini, masih banyak warga masyarakat meyakini mitos bahwa epilepsi merupakan kutukan.
“Epilepsi bukan kutukan,” tegas dokter Wawan Mulyawan.
Epilepsi merupakan penyakit neurologi yang dapat mengenai siapa saja tanpa batasan usia, jenis kelamin, ras maupun sosial ekonomi.
Angka kejadian epilepsi masih tinggi, rata-rata prevalensi epilepsi aktif 8,2 dari 1.000 penduduk. Diperkirakan jumlah penyandang epilepsi sekitar 1,1 juta hingga 8,8 juta pasien.
“Pada serangan epilepsi, terjadi aktivitas listrik abnormal di otak,” tambah dia.
Gangguan listrik di otak tersebut dapat disebabkan oleh kerusakan jaringan misalnya tumor otak, cedera kepala, atau akibat gejala sisa dari suatu penyakit seperti infeksi otak, gangguan pembuluh darah otak, cacat lahir, kelainan genetika, dan sekitar 30 persen tidak diketahui penyebabnya.
“Epilepsi dapat disembuhkan. Sebanyak 70 persen dapat diobati dengan satu jenis obat anti epilepsi, sedangkan 30 persen sulit diatasi meskipun dengan bantuan tiga atau lebih obat antiepilepsi,” papar dia.
Pengobatan pada epilepsi refrakter atau yang sulit diatasi, diperlukan alternatif pengobatan yakni bedah epilepsi.
“Tapi tidak semua orang dengan epilepsi dapat menjalani terapi bedah epilepsi. Dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan dan evaluasi sebelum tindakan operasi dilakukan.
Jika pembedahan tidak memungkinkan, alternatif yang dapat dilakukan adalah diet ketogenik dan stimulasi saraf vagus.
Artikel ini ditulis oleh: