Jakarta, aktual.com – Ahli yang dihadirkan oleh pihak Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) menjelaskan mengenai sifat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan batas usia calon presiden (capres). Menurutnya, keputusan MK terkait gugatan tersebut bersifat vonis.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh ahli hukum administrasi, Prof. Dr. Ridwan. Awalnya, beliau menjelaskan tentang sifat keputusan MK yang bersifat erga omnes, yang berlaku untuk semua, artinya keputusan tersebut mengikat dan bersifat final.
“Putusan MK itu sifatnya erga omnes, kemudian final dan mengikat. Benar itu. Kita memilih mengakui itu semua. Erga omnes artinya berlaku untuk semua pihak yang terkait. Begitu juga final dan mengikat pada pihak yang terkait,” kata Ridwan dalam sidang yang digelar di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).
Ridwan menyatakan bahwa keputusan mengenai batas usia calon presiden ini juga termasuk ke dalam kategori keputusan final yang mengikat. Namun, keputusan ini ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu, bukan sebagai keputusan yang mengubah peraturan pemilu yang ada.
“Tapi, dalam konteks ini, saya melihat ini sebagai akademisi bahwa MK itu tergolong lembaga pelaku pelaksana kekuasaan kehakiman, sehingga produknya, produk MK itu dalam bahasa Belanda itu vonis, putusan. Sehingga meskipun dia final dan mengikat, tapi saya memaknainya finalnya itu dituju ke pihak terkait dan bentuknya mengubah sesuai dengan putusan MK,” katanya.
Dosen dari Fakultas Hukum UII Yogyakarta tersebut menjelaskan bahwa untuk mematuhi keputusan MK ini, KPU harus menyusun peraturan internal KPU dengan mengacu pada keputusan MK tersebut. Ridwan menjelaskan bahwa proses administratif dan tata cara pencalonan calon presiden dan wakil presiden harus mengikuti ketentuan peraturan hukum yang tercantum dalam regeling. Regeling sendiri merupakan tindakan pemerintah dalam ranah hukum publik yang berupa pengaturan yang bersifat umum atau abstrak.
“Adapun untuk pelaksanaan administrasi pelaksanaan tata cara pencalonan itu harus merujuk pada peraturan perundang-undangan pada regeling, dan regeling itu pada hal ini dibuat oleh KPU yang diberi kewenangan untuk itu,” katanya.
“Sehingga dengan demikian, mau tidak mau, KPU memang harus mengubah itu (peraturan), karena putusan MK sifatnya vonis,” imbuhnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain