“Secara sederhana, tidak mungkin aturan sepenting itu dengan konsekuensi yang dapat ditimbulkan oleh angka-angka politik sepenting itu tidak menjadi perhatian pembentuk Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” tambah Feri.
Lebih lanjut Feri mengatakan jika memang angka-angka tersebut sangat penting bagi sistem pemilihan presiden dan wakil presiden, seharusnya angka tersebut dicantumkan di dalam UUD 1945.
“Faktanya, angka-angka 20 persen dan 25 persen itu hanya muncul dalam Undang-Undang Pemilu,” ujar Feri.
Feri kemudian menilai angka-angka tersebut adalah angka-angka politik sesaat yang diputuskan dalam pembahasan undang-undang.
“Angka-angka demikian bisa dinyatakan sebagai angka-angka inkonstitusional,” kata Feri.
Sebelumnya para Pemohon dalam uji materi ini berpendapat bahwa Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi, terutama terhadap Pasal 6A ayat (2), juga terhadap Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selain itu Pasal 222 UU Pemilu juga dianggap para Pemohon sudah tidak lagi relevan bila diberlakukan untuk Pemilu 2019 yang dilakukan serentak untuk Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. (ant)
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka