Jakarta, Aktual.com – Ahli waris tanah di Bandara New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) kubu Suwarsi dan keluarganya menyesali tindakan Pengadilan Negeri (PN) Wates dan Paku Alam X yang diduga mencairkan dana konsinyasi sebesar Rp 701 miliar.
Menurut kuasa hukum Suwarsi, Petrus Selestinus, PN Wates dan Paku Alam X yang juga menjabat sebagai wakil gubernur Jogjakarta itu tidak pantas mencairkan dana konsinyasi itu sebelum putusan inkrah dari pengadilan.
“Jadi 2 Oktober kemarin, kami sudah melaporkan ke Bareskrim, Paku Alam X dan Ketua PN Wates Pak Marlius karena melakukan tindakan pencairan uang konsinyasi pembayaran ganti rugi lahan 120 hektare untuk pembangunan Bandara Kulon Progo,” kata Petrus sebelum menjalani pemeriksaan sebagai saksi pelapor di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Rabu (23/10).
Berdasarkan ketentuan Mahkamah Agung (MA), lanjut Petrus, objek pengadaan tanah yang masih sengketa, maka pembayaran ganti ruginya harus dikonsinyasikan atau dititipkan di PN Wates.
Dana ganti rugi bisa dicairkan ketika putusan pengadilan sudah berkekuatan hukum tetap atau adanya perdamaian di antara kedua pihak.
Sementara perkara perdata gugatan ini, hingga saat ini masih banding di Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Artinya dengan kata lain sengketa itu masih berlangsung di Yogyakarta dari 2017.
“Tetapi 5 Juni 2018 kemarin, Paku Alam X bersama ketua PN Wates dan juga pihak Angkasa Pura atas dasar yang kami tidak tahu, mereka berhasil mencairkan dana konsinyasi itu,” jelas Petrus.
Petrus menduga ada permufakatan jahat di antara mereka beserta sejumlah jaksa dalam perkara itu. “Kami melaporkan atas penggelapan dalam jabatan atau penyalahgunaan wewenang,” imbuh Petrus.
Dia mengharapkan, Bareskrim Polri segera menyeret orang-orang yang terkait dalam pencairan dana ganti rugi itu ke ranah hukum. Sejauh ini tahap proses hukum sudah memasuki penyelidikan. “Hari ini akan ada gelar pertama,” tambah Petrus.
Laporan Petrus diterima Bareskrim dan teregistrasi dengan laporan nomor: LP/B/1224/X/2018/Bareskrim tertanggal 2 Oktober 2019. Sejumlah nama dilaporkan di antaranya Paku Alam X, Marlius dan Sri Harijati.
Petrus melaporkan mereka dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Laporan : Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan