Jakarta, aktual.com – Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah dimintai keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina. Pemeriksaan Ahok oleh KPK dilakukan dalam konteks kerugian keuangan yang mungkin dialami negara akibat pengadaan LNG tersebut.

“Saksi juga dikonfirmasi pengetahuannya terkait adanya dugaan kerugian keuangan negara dalam pengadaan tersebut,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (8/11).

Pada hari Selasa, (7/11), Ahok menghadiri pemeriksaan oleh KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Selama pemeriksaan tersebut, dia menjalani sesi tanya jawab selama 6,5 jam sebagai saksi terkait kasus mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan.

Selain fokus pada penyelidikan terkait potensi kerugian keuangan negara, tim penyidik juga menanyakan kepada Ahok tentang pengetahuannya terkait peristiwa awal pengadaan LNG di Pertamina.

“Saksi hadir dan didalami pengetahuan saksi antara lain terkait dengan bagaimana rekomendasi awal mula pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT PTMN (Pertamina),” ucap Ali.

Dalam peristiwa ini, Ahok menjalani pemeriksaan awal oleh KPK pada sekitar pukul 09.00 WIB, dan sesi pemeriksaan tersebut selesai pada pukul 15.35 WIB.

“Hasil pemeriksaan tanya ke penyidik. Urusan menjadi saksi buat masalah Ibu Karen,” kata Ahok di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/11).

Ahok tidak bersedia mengungkapkan rincian mengenai isu-isu yang dibahas selama pemeriksaannya di KPK pada hari ini. Dia menyatakan bahwa kasus tersebut akan diungkap secara terperinci selama proses persidangan nanti.

“Nggak bisa buka, nanti di pengadilan,” jelas Ahok.

Kasus ini bermula dari rencana pengadaan LNG yang Pertamina lakukan pada tahun 2012, sebagai upaya mengatasi kekurangan pasokan gas di Indonesia.

Pada saat itu, mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan, menjalin kerja sama dengan sejumlah produsen dan pemasok LNG asing, di antaranya Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC dari Amerika Serikat.

Penunjukan kerja sama dengan CCL dinilai kontroversial, dengan KPK menduga bahwa keputusan yang diambil oleh Karen Agustiawan pada saat itu mungkin tidak melalui proses evaluasi yang memadai.

Kebijakan ini kemudian berujung pada kerugian negara, karena LNG yang telah dibeli dari CCL LLC Amerika Serikat tidak dapat dijual di pasar domestik dan akhirnya berlebihan (oversupply). Akibatnya, negara mengalami kerugian sekitar Rp 2,1 triliun sebagai hasil dari kasus ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain