Jakarta, Aktual.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok seharusnya memperlakukan proyek reklamasi pantai utara Jakarta, sama seperti penggusuran di Kalijodo. Pasalnya, baik Reklmasi maupun Kalijodo dinilai sama-sama tak memiliki izin yang sah.
Ahli hukum pidanan Universitas Islam Indonesia Mudzakkir menjelaskan, izin pelaksanaan yang diterbitkan Ahok untuk para pengembang bisa dikatakan ‘bodong’, lantaran Raperda terkait proyek tersebut belum disahkan oleh DPRD DKI.
Maka dari itu, seharunya proyek yang garap setidaknya oleh sembilan pengembang itu harus dihentikan sementara. Sampai ada kejelasan status hukumnya.
“Kalau pemerintahan yang baik. Idealnya proyek dihentikan dulu sampai masalah hukumnya selesai. Izinya kan cacat hukum, proyeknya dihentikan dulu,” tegas Mudzakkir saat dihubungi Aktual.com, Minggu (10/4).
Sikap Ahok terhadap mega proyek itu dinilai tidak sebanding dengan yang dia lakukan waktu menggusur Kalijodo. Muzakir pun menilai reklamasi itu sebagai proyek liar. “Itu sama-sama, berarti izinnya tidak sah. Itu sama seperti bangunan liar. Kalau Kalijodo saja dihancurkan, ditongkrongin polisi dan Angkatan Darat, mestinya Ahok perlakukan hal yang sama seperti yang di Kalijodo,” sesal dia.
Bahkan, lanjut Mudzakkir, pelakuan Ahok terhadap proyek beranggaran triliunan itu terlihat sangat condong terhadap kepentingan pengembang, bukan rakyat. “Sementara kasus reklamasi ini yang melanggar hukum yang justru dilegalisasi. Ini hukum malah mengakomodir kepentingan pengembang,” tegasnya.
Berdasarkan data yang didapat Aktual.com, setidaknya ada tiga pengembang yang sudah melakukan reklamasi di pantai utara Jakarta. Keempat pengembang itu adalah PT Kapuk Naga Indah, PT Muara Wisesa Samudra dan PT Pelindo II.
PT Kapuk Muara, anak perusahaan Agung Sedayu Grup mereklamasi Pulau C dan D. Untuk Pulau C sebelumnya sudah diperingatkan oleh pihak Pemprov DKI agar dihentikan. Tapi belum ada perintah penghentian untuk Pulau D.
PT Muara Wisesa, anak perusahaan Agung Podomoro Land mereklamasi Pulau G. Dan sampai saat ini belum ada perintah untuk menghentikan pengerjaan reklamasi.
Begitu juga dengan PT Pelindo II yang mereklamasi Pulau N. Perusahaan milik negara itu juga belum diinstruksikan untuk memberhentikan proses reklamasi.
Padahal seharusnya izin pelaksanaan Reklamasi yang dikeluarkan oleh mantan politikus Gerindra itu, harus ditamengi Raperda. Dan sekarang, Raperda itu justru terisolasi dengan adanya praktik suap antara pengembang, khususnya PT Agung Podomoro Land dengan DPRD setempat.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby