Jakarta, Aktual.com — Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie Massardi, menilai penggunaan pasukan tentara (militer) dalam penggusuran warga masyarakat di kawasan Kalijodo Jakarta Utara sebagai bentuk pelanggaran berat terhadap nilai-nilai demokrasi.
Penggunaan tentara militer bersenjata lengkap dari kesatuan di bawah komando Panglima Kodam Jaya Mayjen Teddy Lhaksamana juga melanggar hak-hak warga sipil. Sebab dalam situasi perang sekalipun, tidak diperbolehkan militer bersenjara memerangi masyarakat sipil.
“Dari kawasan tergusur itu, tampak jelas jejak-jejak pengkhianatan dan pelanggaran terhadap (nilai-nilai) demokrasi,” kata Adhie dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/2).
Disinggung bagaimana pernyataan Mayjend Teddy bahwa kehadiran pasukannya di kawasan Kalijodo bukan untuk mengintimidasi warga. Bukan pula sebagai bagian dari skenario Pemprov DKI Jakarta pimpinan Ahok.
Bantahan ini tetap tidak bisa dinalar. Bagaimanapun ketika pasukan militer keluar barak dengan persenjataan lengkap, berarti kondisinya sudah tidak memungkinkan. Setidaknya ada tiga alasan kenapa mereka keluar barak.
“Pertama latihan perang, kedua tugas negara untuk pengamanan instansi vital karena ada ancaman kekuatan besar bersenjata dan ketiga karena perang melawan musuh negara,” jelas Adhie.
Adhie yang juga Sekjen Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) itu menambahkan, bisa saja kehadiran militer dinyataan bukan untuk mengintidasi. Akan tetapi warga Kalijodo juga berhak merasa terintimidasi atas kehadiran militer. Terlebih hari-hari sebelumnya mereka sudah terteror oleh ancaman pengusiran Pemprov DKI.
“Kami meminta kepada Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk menghormati hak-hak sipil, dan tidak lagi menggunakan kekuatan militer untuk menghadapi warga masyarakat yang kawasannya hendak digusur demi pembangunan, yang pada akhirnya hanya akan menguntungkan para pebisnis properti belaka,” ucapnya.
Artikel ini ditulis oleh: