Tidak boleh seorang yang punya rekam jejak kriminal duduk sebagai pembantu Presiden. Dan, last but not least, si calon juga harus punya karakter dan kepribadian yang stabil, memiliki empati kepada rakyat, mampu menjaga tutur dan prilaku untuk tidak menebar kalimat kotor dan kebencian.
Kriteria menteri seperti yang saya tulis ini, tentu saja, bukanlah parameter yang baku. Paling tidak, konstitusi kita tidak menyebutkan demikian. Bisa jadi, berdasarkan fakta para pembantu yang diangkatnya, Presiden Jokowi juga tidak memasang persayaratan seperti itu.
Tak kunjung beradab
TAPI untuk kriteria karakteristik atau kepribadian tadi, kali ini saya benar-benar berharap Jokowi memberi perhatian lebih. Terlalu mahal harga yang harus dibayar negeri ini jika Ahok jadi masuk kabinet.
Kasus penistaan agama yang dilakukannya, sungguh-sungguh telah memantik kemarahan luar biasa ummat Islam. Kasus ini juga terbukti menguras habis energi bangsa.
Buat sebagian besar orang, saya yakin, jika terbelit kasus serupa dia, bisa dipastikan yang bersangkutan bakal berinstropeksi diri. Selanjutnya akan lebih hati-hati dalam bertutur, terutama di ruang publik.
Sayangnya, sikap seperti ini sama sekali tidak ditunjukkan Ahok. Dia seolah-olah tidak pernah kehabisan peluru untuk menimbulkan kegaduhan baru. Persidangan super panjang dan bertela-tele atas kasus penistaan Al Quran yang dilakukannya, ternyata tidak mampu membuat mulutnya menjadi sedikit beradab.
Artikel ini ditulis oleh: