Permintaan maafnya pada sidang pertama, terbukti dusta belaka. Dia sama sekali tidak merasa bersalah. Karenanya dia tidak tulus minta maaf.

Apalagi kalau disimak kalimatnya, bahwa Ahok minta maaf atas kegaduhan yang terjadi akibat pidato di kepulauan Seribu tersebut. Jadi, minta maaf bukan karena materi pidatonya, tapi karena kegaduhannya yang terjadi.

Sikap tidak merasa bersalah itu kembali diulanginya secara eksplisit ketika diwawancarai televisi Al Jazera. Pada menit ke-3.32 sampai 3.41 di videonya yang menjadi viral, dengan lugas Ahok menyatakan tidak menyesal telah mengutip surah al-Maidah dengan versinya sendiri.

Bahkan, jika diulang lagi di Pulau Seribu dia akan menyatakan hal yang sama terkait surat al-Maidah.

Dia juga tidak peduli, betapa akibat ucapannya energi seluruh bangsa terkuras habis. Presiden harus berakrobat ria menemui para tokoh agama. Luhut Binsar Panjaitan yang menjadi Menko Maritim pun ikut blingsatan dan mendadak jadi lobbyist guna mendinginkan tokoh ummat.

Kapolri Tito Karnavian (juga) harus menabrak sejumlah undang undang dan peraturan untuk menggembosi aksi massa bela Islam yang berjilid-jilid dan mengkriminalisasi para pemimpinnya.

Bisakah kita membayangkan, Indonesia kelak akan punya menteri yang tidak peduli dengan respon orang lain atas ucapannya? Saya terlalu ngeri membayangkan, jika ada menteri yang tidak sensitif terhadap perasaan orang banyak. Terlebih lagi menyangkut keyakinan agama yang dipeluk mayoritas penduduk negeri lebih dari 260 juta jiwa ini.

Artikel ini ditulis oleh: