Jakarta, Aktual.com – Kasus dugaan suap menyangkut dua raperda terkait reklamasi yang sedang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata tak sekadar tentang perdebatan besaran kontribusi tambahan kepada pengembang, antara 5 atau 15 persen dari NJOP.
Hal tersebut, bertolak belakang dengan pernyataan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yakni tertangkapnya kasus dugaan suap yang menyandung bekas Ketua Komisi D DPRD, Mohamad Sanusi, dan Presdir PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja, menyangkut besaran kontribusi tambahan.
Sebab, salah satu payung hukumnya, Raperda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, belum rampung dibahas secara lengkap oleh Badan Legislasi Daerah (Balegda) bersama Pemprov DKI.
“Namun, sudah diagendakan untuk diparipurnakan,” ujar Anggota Balegda DPRD, Ruddin Akbar Lubis, belum lama ini.
Untuk diketahui, naskah akademis dan draf perda yang digagas Bappeda DKI itu dikirimkan Gubernur Ahok pada 16 November 2015 melalui surat No. 4131/-075.61. Adapun raperda tersebut diagendakan untuk disahkan melalui paripurna pada 1 Maret 2016.
Keganjilan juga terjadi pada proses pembahasan lainnya, yakni tidak pernah melibatkan komisi terkait atas pembahasan beberapa pasal, baik dalam Raperda RTR Kawasan Strategis Pantura maupun Raperda RZWP3K.
Misalnya, pasal-pasal menyangkut masalah pemerintahan, tidak dilimpahkan ke Komisi A untuk dibahas. Komisi C, tak dilibatkan membahas mengenai masalah pajak. Begitu pula dengan komisi lainnya.
“Kami juga tidak pernah diajak untuk membahas,” ungkap Anggota Komisi D, Prabowo Soenirman, pada kesempatan terpisah. Sehingga, seluruh proses pembahasannya hanya dilakukan Balegda bersama Pemprop DKI.
Artikel ini ditulis oleh: