Jakarta, Aktual.co —Keseriusan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama untuk membuat anggaran yang menyejahterakan warga Jakarta patut dipertanyakan.
Di satu sisi, Pemprov DKI begitu ngotot menghabiskan anggaran hingga Rp 19,2 triliun atau sepertiga dari total anggaran belanja RAPBD 2015 yang sekitar Rp64 triliun untuk menggaji pegawainya.
Namun di saat yang sama, tahun ini Dinas Kesehatan DKI harus berjibaku lakukan pemangkasan di sejumlah pos anggaran. Alasannya, demi efesiensi. Sebab selisih anggaran kesehatan di APBD-Perubahan 2014 dan RAPBD 2015 mencapai Rp 300 miliar.
Meskipun Kepala Dinas Kesehatan DKI Koesmedi mengatakan efesiensi dilakukan di pengadaan alat-alat kesehatan dan barang penunjang saja, tidak menyangkut ke pelayanan pasien.
Dia pun mengaku akan mengakali anggaran minim dengan mencari alat ataupun barang ‘diskon’, seperti obat. Kata dia, kalau beli obat dengan jumlah banyak biasanya dapat diskon. Untuk mengontrol harga yang sudah dapat diskon agar tidak di-‘mark-up’, Koesmedi akan gunakan e-catalog.
Melihat ‘perjuangan’ Dinkes DKI yang sampai harus mencari ‘diskon’ obat untuk warga Jakarta, tidak demikian halnya dengan anggaran untuk gaji pegawai negeri DKI tadi.
Kementerian Dalam Negeri bahkan menganggap anggaran belanja pegawai di RAPBD DKI 2015 tidak rasional. Dimana belanja pegawai dianggarkan Rp19,2 triliun, atau hampir sepertiga dari total anggaran belanja di RAPBD 2015 yang sekitar Rp64 triliun.
“Irasional itu belanja pegawai DKI,” ujar Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek, saat diskusi di DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (25/3) kemarin.
Anggaran belanja pegawai DKI pun dimintanya untuk ditinjau kembali. Donny menyarankan pemangkasan, sehingga sebagian anggaran bisa dialihkan untuk belanja pembangunan yang lebih efektif dan efisien. “Seperti belanja pendidikan, belanja infrastruktur dan belanja kesehatan,” ucap dia.
Sebab, ucap dia, tidak bisa belanja pegawai DKI dibesarkan, tapi belanja yang lain untuk kebutuhan masyarakat malah dikurangi. “Masa rakyat dibagi cuma segitu? Belanja pegawai kok lebih besar?” ucap dia.
Ujar Donny, temuan tidak wajar pemborosan anggaran seperti itulah yang akan dievaluasi dan didalami Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri dari draf RAPBD DKI 2015 setebal 6600 halaman.
Sikap Pemprov DKI bisa tergambarkan dari pernyataan yang dikeluarkan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Heru Budi Hartono yang tetap ngotot pertahankan anggaran besar untuk Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) Dinamis pegawai.
Kata dia, Pemprov DKI siap memberi penjelasan ke Kemendagri soal alasan besarnya anggaran untuk PNS DKI. Dia berdalih TKD tidak bisa dibandingkan dengan anggaran lain, seperti pembangunan atau kesehatan. “TKD itu dibandingkan dengan kinerja,” ujar dia, (23/3) lalu.
Herannya, ketimbang membandingkan dengan anggaran kesehatan ataupun infrastruktur yang jauh lebih kecil, Heru justru membandingkan besarnya ‘take home pay’ PNS DKI dengan gaji Dirjen Pajak jumlahnya fantastis. “Dirjen pajak gajinya segitu aja di-iyain sama negara. Masa Pemda DKI 72 ribu pegawai ngga boleh,” dalih dia.
Tetap tak bergeming rubah anggaran TKD, Pemprov DKI bahkan mempersilahkan Kemendagri untuk kembali lakukan pembahasan. “Ya silahkan saja mereka (Kemendagri) bahas. Ada 30 hari untuk bahas. Silahkan aja dibahas,” ujar Heru seperti menantang.
Artikel ini ditulis oleh:

















