Jakarta, Aktual.co — Penerapan sistem e-budgeting Gubernur DKI  Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dilakukan tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang telah menyepakati Anggaran Pendapatan Belanja Darah (APBD) dalam rapat paripurna.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir berpendapat, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penerapan sistem “E-budgeting” duduk bersama dengan DPRD.
“Karena e budgeting ini terkait dengan kewenangan DPRD dan pemerintah,” kata Mudzakir ketika berbincang dengan Aktual.co, Senin (16/3).
Dia mengatakan, seharusnya Ahok duduk bersama dengan DPRD, agar bisa mengontrol anggaran APBD. “Agar tahu juga, ini kan seolah-olah sok-sokan. Bagaimanapun DPRD ini jangan sampai dituding seperti penjahat,” kata dia.
Ahok, sambung dia, mestinya mensosialisasikan kepada DPRD soal penerapan e budgeting ini. Karena satu sama lain berkaitan dengan pemerintah. “Kan bisa saling kontrol, seharusnya ini ada komunikasi,” kata dia.
Sementara itu Ketua Umum Jaringan Penggerak (Jamper) Ghea Hermansyah menilai, Ahok telah  melawan konstitusi, karena dilakukan tanpa persetujuan DPRD yang telah menyepakati APBD dalam rapat paripurna.
“Opini di publik yang mendukung Ahok ini sangat berbahaya. Kekuatan politik telah dihabisi. Bahasa emosi Ahok yang meledak-ledak dijadikan senjata memutar balikan semua fakta dan data,” kata Ghea dihubungi terpisah.
Dia pun mempertanyakan Ahok yang mengandalkan tim konsultannya untuk mengelola anggaran APBD DKI dan sarana serta aset Pemprov DKI.
“Ahok harus mengevaluasi dirinya dalam mempinpin Jakarta. E-budgeting sadar tidak sadar adalah kepentingan pengusaha-pengusaha raksasa distributor pabrikan langsung.”
Laporan: Wisnu Jusep

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby