Semarang, Aktual.co — Maraknya kasus kekerasan terhadap wartawan, intervensi pemilik modal dan pemberitaan tak berimbang yang menyudutkan pihak sumber, menjadi perhatian serius yang perlu diselesaikan. 
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang berupaya mendirikan Ombudsman Media, sebagai satu-satunya lembaga/wadah yang menerima aduan atas segala macam bentuk permasalahan berkaitan dengan industrial media.
Gagasan pendirian Ombudsman tersebut lahir setelah diadakan kegiatan Workshop bertema ‘Membangun Sistem Dialog Publik dengan Media Massa Melalui Pembentukan Ombudsman’ yang berlangsung di Bamboo Meeting Room Lantai 2, Hotel Simpanglima Residence Semarang, Selasa (9/6).
Menurut Komisi Hukum Dewan Pers, Stanley, tim advokasi yang menangani masalah aduan publik atas pemberitaan tak seimbang maupun permasalahan terhadap wartawan itu sendiri masih minim di seluruh perusahaan media. 
Hanya ada di beberapa media besar saja yang telah mendirikan ombudsman, antara lain Kompas maupun Jawa Pos.
“Tim advokasi rata-rata hanya ada pada di perusahaan besar saja. Itu pun belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Jawa pos sudah begitu, nanti Tempo saya dorong begitu. Nanti masalah itu selesai di media, tidak ke Dewan Pers. Kami juga sebenarnya sudah merangkul banyak pihak, namun karena ada berbagai kesibukan. Nantinya, kami ingin bicara ombudsman di masing-masing media. Atau media menyewa orang luar menjadi ombudsman di medianya,” ujar dia.
Selama periode 2012-2014, terdapat berbagai kasus yang diterima Dewan Pers, yakni pemberitaan umum ada 111 kali, permintaan pendapat masalah hukum dari kepolisian sekitar 20 kali,  kekerasan wartawan 14 kali, layanan iklan 11 kali, pelanggaran isi siaran televisi 10 dan permasalahan lain.
“Sejak tahun 2012, 2013 trens masalah itu cenderung naik. Namun, tahun 2014 menurun. Kalau masalah pengaduan dari hak jawab bisa langsung dijawab media akan tuntas,” kata dia.
Ia menyebut langganan laporan pengaduan yang kerap ke Dewan Pers adalah Tempo. Jenis pelanggaran yang diadukan atas pemberitaan yang tidak seimbang, tidak menguji informasi keakuratannya, fakta dan opini dijadikan satu.
“Dulu ada berita Suryadharma Ali nikah siri dengan Okky, tapi ada berita selingkuh. Pihak Okky bilang itu gosip, datang ke rumah diusir. Adapula di Kemenag tidak dilayani. Sumber nikah siri, selingkuh darimana? Sumber dari penjaga villa di puncak, Okky check-in di villa, sore SDA check-in. Apakah mereka check-in di kamar yang sama?” ucap dia.
Hal senada dikatakan Pemred jawa Pos Rahmat Budianto yang menyebut bahwa langkah pendirian ombudsman dilakukan secara bertahap. Artinya, pendirian lembaga yang nantinya memiliki kewenangan menerima aduan tersebut tidak bisa langsung sempurna dan membutuhkan tahapan-tahapan. 
“Langkah awal Ombudsman itu bisa melakukan sosialisasi lebih dulu. Semisal memberikan pemahaman rambu kebebasan pers kepada jurnalist,” pungkasnya.
Diskusi panjang selama lima jam yang digagas AJI Semarang dan TIFA, dihadiri sejumlah Pemred media yakni Suara Merdeka, Jawa Pos Grup, wartawan, maupun akademisi.

Artikel ini ditulis oleh: