Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati kembali mengajukan peromohonan persetujuan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk tahun depan ke Komisi XI DPR.
Untuk penerbitan SBSN kali ini, pemerintah meminta persetujuan terhadap barang milik negara (BMN) terhadap 50 gedung dan tanah kementerian/lembaga (K/L) yang mau dijadikan jaminan sebagai underlying asset-nya senilai Rp43,69 triliun.
Dalam kesempatan itu, pemerintah juga meminta persetujuan terkait BMN dari 41 K/L yang sudah dijadikan sebagai underlying asset untuk penerbitan SBSN 2016 lau. Pemerintah sendiri telah menerbitkan SBSN sejumlah Rp33,46 triliun.
“Dari sisi kebutuhan untuk penerbitan SBSN ini, kita ikuti prinsip syariah. Makanya kita ada underlying asset atau transaksi yang memiliki landasan dan tidak money to money atau riba. Dan nilai BMN-nya mencapai Rp43,69 triliun,” jelas Menkeu saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (18/10).
Terkait BMN yang menjadi underlying asset itu, kata dia, dari sisi persepsi memungkinkan adanya kekhawatiran. “Seolah-olah, BMN itu nantinya mudah dipindahtangankan. Seolah manfaatnya dari BMN itu sudah diambilalih investor. Tapi tidak begitu,” dalih Menkeu.
Menurut dia, dalam konsep underlying asset SBSN ini, yang di-underlying-kan adalah hak manfaatnya. Struktur dari kontrak yg dijadikan underlying adalah nilai manfaatnya.
“Jadi bukan barang milik negara itu sendiri yang berpindah tangan. Apalagi kita juga punya wali amanah di leuar negeri. Insya Allah tak terjadi seperti itu (BMN pindah tangan),” tegasnya.
Menkeu menambahkan, pada penerbitan SBSN tahun 2008 lalu, Gedung Kementerian Keuangan yang dijadikan jaminan atau underlying asset-nya. Namun tidak berarti, begitu negara tidak bisa bayar langsung pindah tangan ke investor.
“Tidak berarti, kalau tidak bisa membayar langsung ambil gedung Kemenkeu. Tidsk berarti kalau utangnya ada masalah, maka tanah dan gedung yang menjadi BMN akan diambil alih oleh investor,” cetus mantan Direktur Bank Dunia ini.
“Karena kami buat kontrak agar aman dari sisi kepentingan negara. Dan juga sesuai persyaratan syariah,” jelasnya.
Namun demikian, kata dia, beberapa BMN yang dijadikan sebagai jaminan itu masih menggunakan valuasi dari nilai BMN tahun 2008. Pemerintah sejak 2008 belum lagi melakukan revaluasi aset.
“Untuk saat ini, kami belum lakukan revaluasi aset. Dan ini pekerjaan yang panjang. Kami belum update BMN yang pertama kali di 2008 sesuai UU Keunagan Negara. Selama ini, di neraca kita masih mencerminkan nilai aset waktu itu,” tandasnya.
Anggota DPR pun meminta untuk melakukan revaluasi aset agar nilai SBSN-nya sesuai. Anggota Komisi XI DPR dati Fraksi PDIP, Indah Kurnia menyebut, mesti ditegaskan kembali bahwa yang dijamin hanya sebatas manfaat bukan kepemilikannya.
“Makanya, pemerintah harus maubmelakukan revaluasi aset agar nilainya jelas. Kalau merasa lama dan butuh biaya besar, cukup revaluasi aset K/L yang besar-besar saja,” jelas Eva.
Dari total Rp43,69 triliun aset BMN, beberapa K/L yang dijaminkan dengan nilai besar adalah, Kementerian Pekerjaan Umum senilai Rp27,65 triliun (2.195 BMN), Kementerian Perhubungan Rp2,14 triliun (652 BMN), dan Kepolisian Republik Indonesia Rp931,02 miliar (1.504 BMN).
Sedang untuk BMN untuk SBSN 2016 ini yang totalnya RP33,46 triliun itu beberapa K/L yang besar adalah Kemenkeu Rp8,79 triliun (427 BMN), Kementerian PU Rp7,15 (1.059 BMN), dan Kementerian Agama Rp2,12 triliun (1.581 BMN).
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan