Jakarta, Aktual.com – Akademisi dari IPB University menyebutkan Indonesia harus menjaga surplus neraca perdagangan di sektor pertanian untuk mempertahankan momentum produktivitas berbagai komoditas pertanian.
“Mengenai kegiatan ekspor impor pangan dalam pasar global dan semakin terbuka itu adalah wajar, bukan hal yang tabu. Sebab semua negara saling mengisi dan saling membutuhkan. Yang terpenting adalah prinsip ekspor pertanian harus lebih besar dibandingkan impor alias neraca perdagangan mesti surplus,” kata Dosen Program Studi Manajemen Agribisnis Sekolah Vokasi IPB Prima Gandhi dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat (9/9).
Pada tahun 2020, Badan Pusat Statistik mencatat surplus neraca perdagangan sektor pertanian 2020 sebesar Rp165,4 triliun diperoleh dari nilai ekspor Rp450,7 triliun dan impor Rp285,4 triliun.
Mengacu data BPS, terjadi surplus beras dari tahun ke tahun yakni produksi di 2018 menghasilkan surplus beras 4,37 juta ton, 2019 surplus 2,38 juta ton, dan 2020 surplus 1,97 juta ton.
BPS juga memprediksi pada musim tanam (MT) I pada bulan Oktober 2020 sampai Maret 2021 ini terjadi surplus lebih dari 3 juta ton. Pada musim tanam II periode April-September 2021 juga terjadi panen pada Juli-Desember 2021, sehingga akhir Desember 2021 diperkirakan tetap surplus.
“Data BPS mencatat sejak 2019 hingga September 2021 tidak ada impor beras umum. Produksi beras tiap tahun sejak 2018 hingga 2021 selalu surplus. Bahkan 2021 sudah mulai ekspor beras premium. Artinya perberasan Indonesia semakin membaik dan ketahanan pangan semakin kuat,” kata Prima.
Di sisi lain, Prima Gandhi pun menjelaskan dalam hal tata kelola, Indonesia merupakan negara besar ke empat setelah China, Amerika dan India. Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga yang dibutuhkan adalah sistem stok logistik dan distribusi yang mampu menjaga pasokan dan harga. Sistem stok logistik dan distribusi diharapkan mampu meredam dinamika harga akibat sifat tanaman musiman dan keragaman potensi sumberdaya wilayah.
Menurutnya, setidaknya ada tujuh faktor pembentuk harga yang berasal dari faktor internal maupun eksternal. Faktor pembentuk harga di farm gate berbeda dengan di pasar atau konsumen. Menurutnya faktor pembentuk harga tersebut sebagai penyebab yang mesti diselesaikan.
“Diperlukan orkestra lintas kementerian-lembaga dengan prinsip imam dan makmun sesuai tugas dan fungsi masing masing terkait stabilisasi harga. Itu sudah ada leading kementerian yang bertugas menangani harga dan impor,” terang Prima Gandhi.
Prima juga menekankan bahwa ketahanan pangan Indonesia sudah teruji tangguh saat musibah pandemi COVID-19. Berdasarkan data BPS, indikator pertumbuhan PDB pertanian selalu tumbuh positif yakni 1,75 persen di tahun 2020, ekspor pertanian juga sepanjang 2020 tumbuh 15,79 persen dan nilai tukar petani (NTP) 2020 juga naik 0,74 persen dibanding 2019. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin