Jakarta, Aktual.co — Guru Besar Fakultas Matematikda dan IPA IPB, Prof Hidayat Pawita mengatakan kondisi ketersediaan air Indonesi mengalami dinamika kurang menggembirakan sejalan dengan degradasi hutan dan lahan yang sangat luas terjadi.

“Ketersediaan air di Indonesia sebesar 127.775 m3/s, atau setara dengan 10 persen total debit air di dunia, jika ini tidak dikelola dengan baik kita tidak bisa menghindari terjadinya krisis air,” katanya, di Bogor, Rabu (10/6).

Ia mengatakan, walaupun Indonesia memiliki 10 persen total debit air di dunia, namun fakta di lapangan saat ini, ada banyak daerah yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan pasokan air, mengalami kekeringan saat musim kemarau, kebanjiran saat musim hujan, dan kualitas yang kotor.

Dikatakannya, kepadatan penduduk yang tinggi, disadari menjadi akar permasalahan lingkungan hidup yang masuk dalam perangkap lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of proverty), yang akan terus menggerogoti dan menurunkan kapasitas dan daya dukung sumber daya alam Indonesia.

Selain itu, pengetahuan tentang air masih diliputi oleh mitos, kearifan lokal, sampai pada hal-hal superstisius yang terkadang masih memerlukan pembuktian ilmiah. Pengetahuan ilmiah tentang air ternyata masih berada pada taraf awal perkembangannya, dengan segala keterbatasannya dalam memberikan andil dalam pembangunan ekonomi negara untuk turut berperan memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat.

“Perlu ada intervensi pemerintah berupa introduksi modal, ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mengungkit produktivitas primer masyarakat, sehingga pendapatan dan kesejahteraan meningkat, dan dapat beralih menjadi lingkaran hidup berkesejahteraan,” katanya.

Ia menyebutkan, teknologi yang diperlukan, yakni ekoteknologi, yang mampu meningkatkan kapasitas jasa lingkungan dan daya dukung ekosistem yang ada, diantaranya ditawarkan dalam hidrologi sumber daya air dengan konsep ekohidrologi dalam pengelolaan DAS terpadu.

“Penyusunan kebijakan berbasis air, perlu didorong. Selama ini pemerintah masih tutup mata terhadap ilmu pengetahuan air,” katanya.

Menurutnya, perlu ilmu pengetahuan tentang air dalam setiap pengambilan keputusan saat mengelola air. Karena tantangan permasalahan sumber daya air di Indonesia semakin meningkat. Tidak hanya sebagai akibat pencemaran dan degradasi sumber daya, tetapi juga dengan penurunan kapasitas sumber daya alam yang memerlukan solusi cerdas melalui pendidikan dan riset.

“Ekohidrologi suatu pendekatan baru yang menginteraksikan konsep-konsep ekologi dan hidrologi sebagai upaya pemecahan masalah secara holistik di suatu lingkungan sumberdaya air/DAS, seperti pada suatu lingkungan perairan darat, estuari, dan sebagainya.

Prof Hidayat Pawita, baru saja mengikuti orasi guru besar IPB, Sabtu (6/6) lalu bersama dua guru besar lainnya. Salah satu pemikiran yang disampaikan dalam orasi berjudul “Hidrologi Sumber Daya Air Sebagai Landasan Ilmiah Keberlanjutan Pembangunan”.

Ia menambahkan, pengelolaan DAS terpadu merupakan “integrative science” menuju “sustainability science”. Bagaimana peran ilmu, teknologi dan seni (IPTEKS) telah mempengaruhi pengambilan keputusan atau kebijakan sumber daya air di Indonesia nampak dari semakin banyaknya ilmuwan dan teknokrat yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut, baik keputusan politik, teknis, maupun ekonomi dan finansial di berbagai sektor kehidupan.

“Pengembangan sektor air Indonesia memerlukan komitmen pemerintah dan investasi nyata yang dilandasi kajian hidrologi. Membangun infrastruktur sumber daya iar memerlukan rancangan hidrologi yang dapat diukur dari syarat cukup dengan memenuhi hukum kekeralan massa, dan efektivitasnya dapat ditingkatkan dengan memehuni syarat perlu,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid