Jakarta, aktual.com – Sejumlah akademisi dari berbagai perguruan tinggi mendesak pemerintah untuk lebih tegas mengatur konsumsi kental manis. Desakan ini muncul sebagai  tindak lanjut dari penelitian yang dilakukan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Universitas Negeri Semarang (Unnes), dan Universitas Aisyiyah Yogyakarta (Unisa) tentang dampak konsumsi kental manis sebagai minuman susu untuk balita di Pamijahan Bogor, Semarang, dan Kulon Progo. 

Guru besar ahli gizi UMJ, Dr. Tria Astika Endah Permatasari mengatakan hasil penelitian menemukan persoalan kental manis bukan hanya perihal ekonomi, tetapi juga regulasi yang terlalu longgar. Maka dari itu perlu peran pemerintah yang lebih besar.

“Harapannya tentu pemerintah berani dan tegas terkait dengan edukasi dan kebijakan ini, karena generasi manis hari ini akan berujung masa depan pahit,” kata Prof Tria.

Dalam temuan, pola konsumsi kental manis ditemukan melekat pada budaya keluarga. Banyak orang tua masih menyamakan kental manis dengan susu, sebagian karena dibesarkan dengan persepsi yang sama. Para akademisi menilai kondisi ini tak akan berubah tanpa dorongan kebijakan yang konsisten.

“Perubahan perilaku mulai dari level pemerintah hingga akar rumput adalah perjalanan panjang. Tidak cukup tiga sampai enam bulan; perlu bertahun-tahun,” tutur Prof Tria dalam paparannya.

Oleh karena itu, Tria mengusulkan pemerintah bisa mencontoh negara yang memberikan label seberapa besar kandungan gula dalam satu produk. Hal itu dapat mengedukasi masyarakat dalam memilih produk yang lebih sehat.

“Lami juga memberikan alternatif. Negara lain sudah memakai color guidance. Misalnya merah untuk tinggi gula. Kita perlu visual yang memberi warning jelas agar masyarakat tahu resikonya,” ujarnya.

Senada, Koordinator Prodi Gizi UNNES Dr. Mardiana lemahnya regulasi dan edukasi menjadi akar yang membuat konsumsi kental manis terus berulang, terutama di kelompok ekonomi menengah ke bawah. Menurutnya, pemerintah perlu menindaklanjuti temuan riset dengan kebijakan yang lebih konkret.

“Kalau pemerintah sudah kuat seperti ke rokok, hal-hal seperti ini akan mengikuti. Advokasi dan edukasi harus jalan bersama agar visual periklanan tidak lagi menyesatkan,” ujar Mardiana.

Sementara itu, pengajar Universitas Aisyiyah Yogyakarta  Luluk Rosida, S.ST., MKM menjelaskan bahwa banyak anak yang mengalami gangguan kesehatan dari penelitian di Kulon Progo. Salah satu gangguan kesehatan yang paling banyak adalah gangguan karies.

“Jadi ada 16 anak yang giginya karies dan itu juga kemarin kami lakukan observasi karena diminta membawa balitanya gitu ya,” ungkap Luluk.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain