“Kira-kira karena akan menabrak banyak UU, pembahasan perpres ini distop atau ditunda dulu. Perpres pelibatan tni memberi peluang abu abu yang berpotensi mendistrasksi demokrasi dan HAM,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Peneliti Indonesian Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal mengatakan rancangan perpres tentang pelibatan TNI dalam penanganan terorisme masih terlalu umum. Seharusnya, kata dia, Perpres ini sifatnya detail dan teknis.

Lebih jauh, kata dia, bahkan terdapat beberapa pengaturan yang sifatnya bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, baik itu UU Terorisme atau UU TNI itu sendiri.

“Seperti pelibatan TNI dalam penanganan terorisme yang tidak lagi dilakukan berdasarkan keputusan politik negara. Dengan demikian, pengaturan semacam ini bisa menjebak kita pada model rule by law, bukan rule of law,” katanya.

Dalam model rule by law, ancaman terhadap terjadinya pelanggaran hak asasi manusia diabaikan, sementara dalam model rule of law, analisis dampak terhadap hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi harus menjadi pertimbangan utama.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid