Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi memicu protes dari sejumlah alumni perguruan tinggi di Indonesia. Pasal-pasal pada draf revisi undang-undang itu dianggap sengaja untuk mematikan KPK.

Jakarta, Aktual.com — Guru besar fakultas hukum dari Universitas Sumatera Utara Syafruddin Kalo menilai, revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan untuk membatasi eksistensi yang dilakukan lembaga penegak hukum tersebut.

“Revisi yang dilaksanakan beberapa anggota DPR itu, sepertinya ada unsur untuk melemahkan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan korupsi merugikan keuangan negara,” kata Prof Syafruddin Kalo di Medan, Sabtu (10/10).

Semestinya, menurut dia, revisi UU KPK tersebut bukan mengurangi tugas maupun kewenangan lembaga anti rasuah dalam memberantas kasus korupsi yang terjadi di negeri ini.

“Melainkan, harus mendukung atau mengapresiasi kinerja KPK yang terus semakin genjar menangkap pelaku-pelaku korupsi yang menghancurkan pembangunan dan perekonomian,” ujar Syafrudin.

Dia menyebutkan, anggota legislatif dalam melakukan revisi UU KPK, bukan mengurangi tugas institusi penegak hukum tersebut, tetapi justru memperkuat peraturan atau memperberat sanksi bagi pelaku koruptor.

Dengan demikian, para koruptor tersebut menjadi jera, dan bertaubat, sehingga mereka tidak lagi melakukan perbuatan melanggar hukum. “Masalah yang perlu dikaji dan dibahas anggota DPR, bukan memperkecil kewenangan lembaga KPK tersebut,” katanya.

Syafruddin menjelaskan, bukti adanya pelemahan terhadap tugas KPK tersebut, kelihatan dalam RUU, yakni KPK hanya fokus untuk melakukan upaya pencegahan dan menghilangkan frase pemberantasan korupsi.

Selain itu, KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan. Penghilangan menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan. Batasan kerugian negara paling sedikit Rp50 miliar dan bila di bawah jumlah tersebut maka KPK wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara kepada kepolisian dan kejaksaan.

Bahkan, penyadapan hanya boleh dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri dan penghilangan butir KPK dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi.

“Untuk lebih eksis dan kesinambungan tugas KPK tersebut, maka diharapkan Presiden RI tidak menyetujui dan menandatangani RUU KPK yang dibuat anggota DPR itu. Nama baik KPK tersebut harus dipertahankan dan tetap dijaga,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu