Jakarta, Aktual.com – Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr Fx Sugiyanto menilai tidak perlu ada Dewan Moneter atau Dewan Kebijakan Ekonomi Makro sesuai draf RUU Bank Indonesia (BI) agar tidak terjadi “overdosis” kebijakan.

“Sudah ada Komite Stabilitas Sistem Keuangan, jangan sampai nanti terjadi ‘overdosis’ di dalam kebijakan,” katanya dalam diskusi daring yang diadakan Indef di Jakarta, Kamis (1/10).

Menurut dia, apabila tujuan dimasukkannya dewan tersebut dalam RUU BI itu untuk koordinasi yang lebih baik, sudah diakomodasi oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dibentuk dari UU Nomor 9 tahun 2016.

Untuk itu, ia kemudian mempertanyakan esensi munculnya Dewan Moneter atau Dewan Kebijakan Ekonomi Makro dalam RUU BI itu karena malah akan mengganggu indenpendensi BI.

“Dalam pandangan saya, sebetulnya ini (dewan moneter) tidak terlalu perlu, tapi tetap harus melakukan kajian lebih mendalam agar tidak terjadi tumpang tindih kelembagaan berkaitan pengelolaan moneter,” imbuhnya.

Berdasarkan salinan draf perubahan ketiga UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia pasal 9B ayat 1 menyatakan Dewan Moneter ini diketuai Menteri Keuangan.

Dewan Moneter terdiri dari Menteri Keuangan, satu orang menteri membidangi perekonomian, Gubernur BI, Deputi Gubernur BI, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam pasal itu disebutkan Dewan Moneter mempunyai tugas untuk memimpin, mengkoordinasikan dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

Apabila terbentuk Dewan Moneter, maka BI akan menjadi lembaga negara independen yang berkoordinasi dengan pemerintah dalam melaksanakan tugas dan wewenang, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal lain diatur UU.

Dalam UU lama, BI merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugas dan wewenang, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lain.

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin