Purwokerto, aktual.com – Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) harus menghindari berbagai penyakit yang dapat mengganggu pemasaran, kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Dra. Sri Murni Setyawati, M.M., Ph.D.
“Ada beberapa penyakit pemasaran yang dapat diidentifikasi, baik gejalanya maupun resep yang dapat ditawarkan untuk menyembuhkan penyakit pemasaran pada UMKM, antara lain buta pemasaran, tuli pemasaran, bisu pemasaran, dan lumpuh pemasaran,” katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (18/12).
Murni mengatakan hal itu dalam orasi ilmiah berjudul “Penyakit-Penyakit Pemasaran (Marketing Diseases): Pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia” yang dia baca saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Pemasaran di Gedung Soemardjito Unsoed Purwokerto.
Dalam hal ini, Prof. Dra. Sri Murni Setyawati, M.M., Ph.D. merupakan guru besar ke-69 di Unsoed Purwokerto serta ke-15 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsoed Purwokerto.
Lebih lanjut, dia mengatakan buta pemasaran merupakan penyakit di mana UMKM tidak mampu melihat potensi pasar, baik potensi pasar yang dekat maupun potensi pasar yang jauh, sehingga potensi pasar yang ada justru diambil oleh para pesaing.
“Penyakit ini disebabkan oleh lemahnya orientasi kewirausahaan dari para pelaku UMKM,” katanya.
Menurut dia, indikasi dari UMKM yang menderita penyakit buta pemasaran adalah jumlah pelanggan tidak mengalami peningkatan, volume pelanggan tidak mengalami peningkatan, dan market share tidak mengalami peningkatan.
Ia mengatakan resep atau solusi yang dapat ditawarkan untuk menyembuhkan penyakit buta pemasaran adalah melalui peningkatan orientasi kewirausahaan bagi pelaku UMKM, yakni dengan lebih agresif dalam merespons dan menangkap peluang-peluang baru, aktif dalam mendeteksi pesaing dan mencari peluang baru.
Selain itu, berani mengambil risiko, berani mencoba hal baru yang belum ditawarkan pesaing, serta inovatif atau selalu mendukung kreativitas dalam upaya memperkenalkan produk baru.
“Sementara tuli pemasaran merupakan penyakit di mana UMKM tidak mampu mendengarkan saran dan keluhan dari pelanggan. Penyakit ini disebabkan oleh lemahnya orientasi dari para pelaku UMKM,” kata Murni.
Menurut dia, indikasi dari UMKM yang menderita penyakit tuli pemasaran adalah produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan, tingginya keluhan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan rendah, rendahnya loyalitas pelanggan atau persentase pelanggan yang melakukan pembelian ulang kecil, adanya informasi Word of Mouth (WoM) negatif terhadap perusahaan, adanya penurunan jumlah pelanggan, dan adanya penurunan market share.
Ia mengatakan resep atau solusi yang dapat ditawarkan untuk menyembuhkan penyakit tuli pemasaran adalah melalui peningkatan orientasi konsumen bagi pelaku UMKM, yaitu dengan senantiasa mengumpulkan informasi tentang kebutuhan dan keinginan konsumen, cara memuaskan konsumen, informasi tentang kepuasan konsumen, serta informasi tentang keluhan dan saran dari konsumen.
“Selanjutnya, bisu pemasaran merupakan penyakit di mana UMKM tidak mampu mengomunikasikan atau menyampaikan keunggulan produk yang dimiliki kepada konsumen maupun kepada pasar potensial. Penyakit ini disebabkan oleh lemahnya komunikasi pemasaran dari para pelaku usaha UMKM,” katanya.
Ia mengatakan indikasi dari UMKM yang menderita penyakit bisu pemasaran adalah rendahnya brand awareness sehingga produk tidak dikenal dengan baik oleh pasar, rendahnya tingkat intimasi atau keeratan hubungan dengan pelanggan, seringnya terjadi salah persepsi antara perusahaan dan pelanggan, serta tidak terjalin hubungan jangka panjang dengan pelanggan.
Menurut dia, UMKM yang menderita penyakit bisu pemasaran akan melakukan inovasi tetapi inovasinya hanya internal tanpa melibatkan konsumen, sehingga inovasi yang diciptakan tidak mampu meningkatkan keunggulan bersaing karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
“Resep atau solusi yang dapat ditawarkan untuk menyembuhkan penyakit ini adalah melalui peningkatan orientasi konsumen bagi pelaku UMKM dengan cara senantiasa menyampaikan informasi kepada pelanggan dengan cepat dan benar, menyampaikan informasi tentang produk secara lengkap, dan menyampaikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan,” katanya.
Murni mengatakan lumpuh pemasaran merupakan penyakit di mana UMKM mampu melihat potensi pasar, mampu mendengarkan keluhan dan saran pelanggan, serta mampu untuk mengomunikasikan produknya ke pasar tetapi tidak mampu untuk melakukan usaha-usaha nyata untuk meningkatkan kinerja pemasaran.
“Penyakit lumpuh pemasaran sebenarnya bukan merupakan penyakit murni pemasaran tetapi karena masalah sumber daya manusia dan masalah keuangan sehingga berdampak terhadap masalah pemasaran,” jelasnya.
Menurut dia, indikasi dari UMKM yang menderita penyakit lumpuh pemasaran dapat terlihat dari produk yang dihasilkan seadanya sehingga keunggulan bersaing rendah. Dalam hal ini, kualitas produk lebih rendah, tidak memiliki keunikan, dan harga lebih mahal.
Selain itu, indikasi lumpuh pemasaran juga dapat dilihat dari tingkat penjualan yang rendah, jumlah pelanggan yang sedikit, dan market share pun rendah.
Dia mengatakan resep atau solusi yang dapat ditawarkan untuk menyembuhkan penyakit lumpuh pemasaran adalah melalui peningkatan keunggulan bersaing bagi pelaku UMKM dengan cara melakukan pelatihan teknis untuk meningkatkan keterampilan teknis.
“Melakukan benchmarking ke UMKM yang telah maju untuk membuka wawasan, melakukan pelatihan pengelolaan keuangan usaha agar modal digunakan secara efektif dan efisien, peningkatan kelengkapan administrasi dan legalitas usaha agar usaha lebih bankable, serta pelatihan business plan, di mana perencanaan bisnis itu penting bukan hanya untuk pelaku UMKM sendiri, juga bagi penanam modal maupun kreditor,” katanya. (Eko Priyanto)
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin