Jakarta, aktual.com – Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Ari Wibowo mengusulkan variasi sanksi pidana berupa kerja sosial untuk perkara yang melibatkan ketidakpatuhan terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Karena motif (kejahatan siber, Red.) ada banyak, masalah yang harus dipikirkan adalah harus tersedia sanksi yang lebih bervariatif. (Sanksi, Red.) pidana yang disediakan dalam UU ITE hanya dua, pertama itu penjara, kedua denda,” kata Ari Wibowo ketika memberi paparan materi dalam seminar nasional bertajuk “Refleksi Penegakan Hukum Indonesia di Era Society 5.0″ yang disiarkan di kanal YouTube FKPH FH UII, dan dipantau dari Jakarta, Minggu (31/10).
Ari Wibowo memaparkan bahwa salah satu motif kejahatan siber adalah motif intelektual. Pelaku yang menggunakan motif tersebut cenderung melakukan kejahatan hanya untuk kepuasan diri pribadi dan menunjukkan bahwa dirinya telah mampu dan ahli dalam bidang teknologi informasi.
“Mestinya sanksi pidana yang diterapkan tidak penjara atau denda. Tapi, memungkinkan alternatif sanksi lain, seperti sanksi kerja sosial. Negara bisa memanfaatkan dia (pelaku peretasan dengan motif intelektual, Red.) untuk yang lebih maslahat,” ujar Ari.
Selain motif intelektual, terdapat dua motif lainnya, yaitu motif ekonomi, serta motif politik dan kriminal. Terkait dengan motif ekonomi, Ari merujuk pada kejahatan siber yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Pelaku kejahatan siber dengan motif ekonomi, kata Ari, relevan apabila memperoleh sanksi denda atau pidana finansial. Berdasarkan pengamatan Ari, pelaku kejahatan dengan motif ekonomi tidak akan jera apabila memperoleh sanksi berupa kurungan penjara.
Selanjutnya, terkait motif politik dan kriminal. Pelaku yang melakukan kejahatan berdasarkan pada motif tersebut cenderung bertujuan untuk mendapat keuntungan pribadi atau golongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara politik pada pihak lain.
Selain itu, kejahatan dengan motif politik dan kriminal juga bisa menimbulkan kerugian kepada orang lain dan tidak terbatas pada pelaku politik.
“Untuk motif politik dan kriminal, pidana penjara masih relevan untuk dilakukan pembinaan kepada pelakunya,” kata Ari pula.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Rizky Zulkarnain