Lhokseumawe, Aktual.com – Dosen Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Ibrahim Qomarius berpendapat, wacana Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melakukan pemotongan zakat 2,5 persen dari gaji pegawai negeri sipil, bisa berjalan apabila ketentuan tersebut dapat mengurangi pajak.
“Pemotongan zakat tersebut nantinya harus mengurangi penghasilan kena pajak PNS/ASN, sehingga pemerintah tidak dianggap diskriminatif atau tidak adil terhadap umat Islam karena terkena beban ganda, yaitu selain membayar zakat juga harus membayar pajak,” katanya di Lhokseumawe, Rabu (14/2).
Ia menyebutkan, sebenarnya di Indonesia ketentuan tentang zakat dapat mengurangi pembayaran pajak penghasilan (PPh) telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Selain itu, ditambah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Zakat dan Instuksi Presiden Nomor 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat.
“Namun banyak umat Islam belum mengetahui tentang ketentuan tersebut, untuk itu perlu dilakukan sosialisasi secara masif dan kontinu, sehingga pelaksanaan pengelolaan zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak dapat dilakukan secara optimal dan dapat terealisasi dengan baik di Indonesia,” ungkapnya lagi.
Ibrahim menyebutkan, potensi zakat sangat besar di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu memanfaatkannya sebagai salah satu sumber untuk mengurangi angka kemiskinan.
Dimana, potensi zakat dari gaji PNS/ASN diperkirakan mencapai sebesar Rp10 triliun per tahunnya, belum lagi dari umat Islam lainnya.
Akan tetapi, sebagian pihak mengkhawatirkan potensi tersebut akan berdampak terhadap penurunan penerimaan pajak karena potensi pajak akan beralih ke zakat, karena dianggap akan mengurangi pendapatan negara.
“Untuk itu perlu adanya koordinasi yang lebih baik lagi dalam pelaksanaan lembaga negara terkait, mungkin perlu juga dipertimbangkan untuk membentuk Direktorat Jenderal Zakat sebagai mitra Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan lembaga terkait lainnya,” saran akademisi Unimal tersebut.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: