Jakarta, AKtual.com – Sebanyak 8 anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi (MPK) PB HMI telah melakukan rapat terbatas pada Rabu, (9/1), dan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Pemecatan Ketua Umum (Ketum) PB HMI Respiratori Saddam Al-Jihad.
Akbar Tanjung, salah satu Tokoh Nasional yang juga pernah menjabat sebagai Ketum PB HMI periode 1971-1974, angkat bicara soal langkah MPK-PB HMI tersebut.
Ia menilai bahwa apa yang ditempuh oleh 8 anggota MPK-PB itu tidak konstitusional karena bertolak belakang dengan Anggaran Dasar dan/ atau Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) HMI.
“Saddam itu adalah Ketum PB HMI hasil Kongres, kalau seandainya ada langkah-langkah yang dilakukan oleh katakanlah tokoh-tokoh HMI atau kader-kader HMI melalui suatu mekanisme yang tidak diatur dalam AD/ART berkaitan dengan soal posisi Ketua Umum PB HMI, tentu bsia dianggap tidak sejalan atau tidak sesuai,” tutur Akbar Tandjung saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (12/1).
Senior HMI ini melanjutkan dengan memberikan contoh langkah yang perlu ditempuh ketika ketua umum sebuah lembaga akan diganti. Menurutnya, pergantian Ketum harus melalui forum tertentu dan itu disepakati oleh pihak-pihak terkait yang harus dilibatkan.
“Jadi pengetahuan saya, instansi pengambilan tertinggi suatu organisasi adalah Munas, Kongres, Mukhtamar, yang juga mempunyai kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban pengurus dan sekaligus bisa bilamana perlu melakukan pergantian terhadap pengurus,” tegasnya.
Artikel ini ditulis oleh: