Jakarta, Aktual.co — Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak Torowa Daeli menjatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap terdakwa Idha Endri Prastiono terkait kasus perampasan barang bukti mobil Mercedes Benz C 200 milik bandar narkoba bernama Aciu atas kasus yang ditanganinya.
Terkait hal tersebut, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie mengatakan bahwa dalam proses penyidikan terdakwa sudah sesuai dengan bukti dan fakta-fakta. dia menyatakan, terdakwa yang disangkakan penyidik Polri telah melakukan tindak pidana itu terbukti dalam persidangan.
“Bahwa tersangka itu bisa dipersangkakan dengan sebuah pasal pidana ternyata itu benar disidang, itu kan yang utama,” ujar Ronny kepada Aktual.co, Selasa (11/11).
Menurutnya, apabila dalam persidangan tersebut terdakwa Idha Prastiono tidak terbukti bersalah, maka terkesan pimpinan polri lah yang mengkriminalisasikan anak buahnya. Dalam hal ini, sambung Ronny, polri sudah bekerja secara proporsional dalam menindak para anggota yang bermasalah dalam hukum.
“Karena kan kalau tidak benerkan itu kan atasannya yang mengkriminalisasi anak buah, dalam hal ini kan polri proporsional,” katanya.
Artinya, Ronny menambahkan, masyarakat dalam hal ini bisa menilai, bahwa polri tidak diskriminatif dan akan menindak tegas apabila ada anggota polri yang terjerat suatu tindak pidana.
“Kita bekerja apa adanya. Polri tidak diskriminasi, semuanya kita serahkan kepada mekanisme penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana dalam persidangan di pengadilan,” tuntasnya.
Sebelumnya, terdakwa kasus perampasan barang bukti mobil Mercedes Benz C 200 milik bandar narkoba bernama Aciu, Idha Endri Prastiono dijatuhkan human delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Hakim menilai, terdakwa selaligus bekas perwira menengah polri itu terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tidak pidana korupsi.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tidak pidana korupsi bersama-sama sehingga kami menjatuhkan vonis delapan tahun penjara, denda Rp200 juta,” kata Hakim Torowa Daeli, di Pontianak, Selasa (11/2014).
Menurut dia, apabila terdakwa tidak membayar denda Rp200 juta, maka hukumannya ditambah selama enam bulan kurungan. “Hukuman terdakwa juga dikurangi selama dia (terdakwa) menjalani masa tahanan,” ujarnya.
Adapun hal-hal yang memberatkan yakni akibat perbuatan terdakwa berdampak ketidakpercayaan masyarakat kepada petugas penegak hukum. Sementara hal yang meringankan, selama dalam persidangan terdakwa bersikap sopan.
Diketahui, kasus tersebut bergulir sewaktu terdakwa menjabat sebagai Kasubdit III Reserse Narkotik Polda Kalbar dengan pangkat AKBP Idha Endri Prastiono. Sementara terdakwa menyatakan menolak putusan hakim itu, sehingga mengajukan banding.
Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Idha Endri Prastiono selama delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta dengan subsider enam bulan kurungan penjara. Menurut JPU, terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi sehingga melanggar Pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001, dan Pasal 374 KUHP.
Sebagai informasi, dalam Sidang Komisi Kode Etik (KKE) Polda Kalbar, Jumat 10 Oktober, merekomendasikan terduga pelanggar AKBP Idha Endri Prastiono dikenakan pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) karena dianggap terbukti bersalah melanggar kode etik dan disiplin.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















