Jakarta, Aktual.co — Ketua Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (Apebi) Chris Hardijaya mengatakan banyak anggotanya yang kini beralih ke elpiji 3 kilogram menyusul kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kilogram. “Banyak pengusaha roti, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM) itu pindah ke elpiji 3 kilogram karena kenaikan harga elpiji 12 kilogram menambah biaya produksi sekitar 1-2 persen,” kata Chris di Jakarta, Minggu (11/1).

Ia menuturkan, mayoritas pengusaha roti menggunakan elpiji sebagai bahan bahar untuk memanggang roti dengan oven. Oleh karenanya, kenaikan elpiji 12 kg sebesar Rp18.000 per tabung itu tentu berpengaruh siginifikan terhadap bisnis para pengusaha roti. “Dampaknya berbeda-beda tergantung kelompok pelaku usaha. Kalau yang harga jual makanannya sekitar Rp6.000-Rp7.000, mereka tidak beralih ke 3 kg karena tidak kena dampak besar. Yang kasihan justru (pengusaha) yang kecil, yang menjual produknya Rp1.000-Rp2.000,” katanya menjelaskan.

Menurut Chris, pengusaha roti yang menjual produk dengan harga murah mengalami dilema karena mereka tidak mungkin mengurangi ukuran produk atau menaikkan harga jual. “Mereka sebelumnya sudah memperkecil ukuran roti untuk penghematan kenaikan elpiji sebelumnya. Kalau mau menaikkan harga, rasanya tidak mungkin. Akhirnya cara terakhir migrasi ke gas 3 kg,” katanya.

Dengan menggunakan elpiji 3 kg, pengusaha roti bisa berhemat karena bisa menggunakan bahan bakar gas dengan harga yang lebih murah. “Pakai empat tabung elpiji 3 kg hanya menghabiskan paling mahal Rp80.000 sementara dengan muatan yang sama kalau pakai yang 12 kg habis Rp150.000,” katanya.

Menurut Chris yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Tetap Makanan Tradisional Kadin Indonesia, migrasi penggunaan elpiji 12 kg ke 3 kg juga dilakukan oleh para pengusaha katering dan makanan tradisional. Ia berharap, fenomena banyaknya pengusaha makanan beralih ke elpiji subsidi 3 kg bisa mendorong pemerintah untuk memperbaiki stabilitas harga dan ketersediaan elpiji nonsubsidi 12 kg.

“Distribusi gas harus ‘continue’, stabil harganya sehingga pengusaha juga punya hitung-hitungan. Bagi kami, naik tidak apa asal ada kemudahan bagi kami,” katanya. Menurut Chris, banyak anggotanya yang mengeluhkan harga eceran gas yang bervariasi sehingga memengaruhi biaya produksi. “Imbasnya, pengusaha sulit maju karena harus menutup biaya produksi yang terus naik,” ujarnya.