Jakarta, Aktual.com — Pemerintah tetap bersikukuh menaikkan cukai rokok tahun depan hingga 15% meskipun kebijakan tersebut ditentang keras oleh industri hasil tembakau (IHT) . Kebijakan itu dinilai abai terhadap melemahnya ekonomi nasional.
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Jawa Timur, Sulami Bahar meyakinkan bahwa fakta sudah membuktikan, tingginya kenaikan cukai selalu membunuh sebagian besar IHT di dalam negeri. Ketika IHT gulung tikar, dipastikan ribuan tenaga kerja bakal menganggur.
“Ketika tarif cukai naik 8,4 persen pada 2014, ada sekitar 19 ribu buruh di PHK. Apalagi dengan kenaikkan cukai mencapai 15%, PHK bakal makin tinggi,” ujar Sulami dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (13/10).
Saat ini di Jawa Timur (Jatim) ada sekitar 155 pabrik rokok aktif dari jumlah pabrik sebanyak 400 pada 2014. Dengan kenaikan cukai terbaru, minimal 25 ribu orang akan jadi pengangguran.
“Ini sangat ironis. Banyak pengangguran akibat penaikan cukai rokok padahal Jawa Timur itu memberikan kontribusi sebanyak 60% terhadap industri rokok nasional,” bebernya.
Selain cukai tinggi, Sulami juga menilai kebijakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2015 makin memberatkan industri rokok. PMK nomor 20 ini mengatur pembayaran pita cukai yang jatuh temponya pada Januari dan Februari (2016), harus dilunasi pada Desember tahun ini. Sehingga hitung-hitungannya penarikan cukai tahun ini sebesar 14 bulan.
“Kami yang sudah memberi kontribusi luar biasa terhadap negara, tetapi industri tembakau nasional selalu dirongrong,” tegasnya.
Ketimbang hanya membebani industri tembakau dengan pajak dan cukai tinggi, akan lebih baik pemerintah membuat grand design bagaimana melindungi industri hasil tembakau terutama pabrik-pabrik kecil agar tidak gulung tikar di tengah kenaikan cukai tinggi.
Industri tembakau harus diberi keringanan seperti ada pajak khusus, kemudian fasilitas kredit, juga diberikan penghargaan bagi mereka yang mencapai target.
Ia kembali mengingatkan, kenaikan cukai tinggi ini akan makin menyuburkan rokok ilegal yang ujung-ujungnya merugikan pemerintah sendiri. “Cukai yang naik tinggi ini, sudah pasti akan membuat rokok ilegal makin naik peredarannya,” tandas Sulami.
Ketua Harian Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), Agus Sarjono menambahkan, akibat kenaikan cukai saban tahun yang terbilang tinggi, perusahaan pun terus dipaksa menaikkan harga harga jual.
“Permasalahannya adalah daya beli masyarakat merosot akibat buruknya kondisi ekonomi saat ini. Akibatnya pasarpun tergerus dan pabrik terpaksa melakukan efisiensi, termasuk mengambil pilihan PHK buruh,” jelas Agus.
Akibat kenaikan cukai di luar kemampuan industri, ribuan perusahaan rokok di Kudus terpaksa tutup pabrik dan ribuan buruh kehilangan pekerjaan.
“Tahun 2014 di Kudus, saya perkirakan masih ada 1.300 perusahaan rokok yang terdaftar, tahun ini hanya tersisa kurang dari 300 perusahaan saja.Itupun yang rutin belanja cukai tidak lebih dari 80 perusahaan. Jadi, pemerintah sukses menggerus memberangus perusahaan industri hasil tembakau dalam negeri,” tegasnya.
Harusnya, di tengah kondisi ekonomi yang sulit, pemerintah membuat kebijakan yang bisa meringankan dunia usaha. Apalagi kontribusi cukai rokok dan industri hasil tembakau terhadap Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) hingga saat ini belum ada yang mengalahkan.
“Jangan meningkatkan pendapatan cukai dengan menaikkan tarif. Tapi kalua kami diberi kesempatan meningkatkan jumlah produksi, kan,kontribusi cukai juga naik. Yang terjadi adalah paradoksal, dimana produksi terus ditekan namun cukai terus dinaikkan,” tandas Agus.
Ia mengingatkan, dari dulu sampai sekarang, sektor IHT selalu taat atas segala kebijakan yang ada. Namun, jangan kemudian ketaatan itu malah membuat industri ini ditekan dengan memberikan beban tinggi-tinggi.
“Selama ini, kan, sudah jelas, perusahaan dalam negeri ditekan dari berbagai sisi. Sementara pemerintah melambaikan tangan pada investor perusahaan rokok asing seperti Philip Morris,” sindir Agus.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka