Kupang, Aktual.com — Gizi buruk dan penyakit menular lainnya mulai menyerang warga terutama balita di Nusa Tenggara Timur, seperti di Kabupaten Sikka, Pulau Flores, yang dilanda bencana kekeringan akibat kemarau dan el nino.
Camat Lela Kabupaten Sikka, Kasianus Kei mengatakan, ada 11 bayi di bawah lima tahun atau balita di Desa Iligai yang teridentifikasi menderita penyakit busung lapar dan gizi buruk akibat kekurangan air bersih dan pangan.
“Dampak dari kekeringan akibat musim kemarau dan el nino yang melanda sejumlah desa, termauk Iligai, hingga harus mengonsumsi air dari pohon pisang dan pohon peri mengakibatkan 11 balita teridentifikasi gizi buruk,” katanya (8/8).
“Memang belum diperoleh kepastian apakah gizi buruk ini ada kaitannya dengan peristiwa konsumsi air pisang dan air peri yang dialami masyarakat desa itu selama dua bulan terakhir ini.
Ia mengatakan menjalarnya penyakit gizi buruk itu dilaporkan petugas kesehatan bahwa 11 balita yang teridentifikasi gizi buruk itu ditimbang pada 22 Juni 2015.
Dari total itu, katanya, delapan orang dari Dusun Baoletet, tempat di mana masyarakat mengonsumsi air pisang dan air peri, sementara tiga balita dari Dusun Tarunggawang.
Camat Kei menyebutkan dari 19.854 balita yang ditimbang selama periode Januari sampai Mei 2015 terdapat 4.075 balita yang mengalami kekurangan gizi dan 36 balita yang gizi buruk.
Beberapa faktor utama dari masalah-masalah yang menimbulkan kekurangan gizi pada balita adalah sangat kurangnya kualitas asupan kesehatan dan gizi ibu hamil serta bayi baru lahir.
Hal ini antara lain ditandai dengan masih rendahnya penerapan inisiasi menyusu dini pada bayi baru lahir, pemberian ASI secara eksklusif pada bayi 0-6 bulan, pemberian ASI sampai dua tahun atau lebih, serta belum diterapkannya secara luas pola pemberian makanan pendamping ASI yang berkualitas setelah bayi berumur enam bulan.
Wakil Bupati Sikka, Nong Susar yang dikonfirmasi terpisah terkait kasus gizi buruk menjelaskan gizi buruk yang dialami balita di Desa Iligai belum tentu ada kaitannya dengan pola konsumsi air pisang dan air peri yang dilakukan masyarakat di Desa Iligai.
Menurut dia banyak faktor yang dapat menyebabkan gizi buruk, antara lain pola asuh, ketahanan pangan, tingkat kemiskinan. “Di dunia termasuk negara-negara maju sekalipun pasti ada kasus-kasus seperti ini (gizi buruk),” katanya.
Mengenai anggaran untuk penaganan gizi buruk, dia mengaku ada anggarannya hanya tidak mengingat jumlah persisnya namun anggatan itu selalu disiapkan dan hampir ada di setiap SKPD.
“Anggarannya kita siapkan. Tetap ada karena itu terpadu. Ada dana di setiap SKPD. Gizi buruk ini muaranya ada di dinas kesehatan, rumah sakit tapi sebelumnya itu orang harus cukup makan. Pertanian, perikanan juga ada di dalam, perkebunan, ketahanan pangan,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah kabupaten Sikkaterus mengintensifkan program dan kegiatan untuk mengantisipasi kasus itu tidak melebar ke balita lain di daerah ini.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid